sawitsetara.co – JAKARTA – Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Dr. Gulat ME Manurung, MP., C. IMA., C. APO, mengingatkan stakeholder kelapa sawit agar tidak terlampau meromantisasi hubungan dengan Uni Eropa (UE) terkait sawit. Jika negara-negara di Eropa tidak berkenan membeli CPO dari Indonesia, kata dia, bisa digunakan untuk kebutuhan domestik, karena serapan UE juga tidaklah banyak.
“Kita jangan terlampau romantisme yang berlebihan dengan Uni Eropa. Berkali-kali Bapak Presiden Prabowo Subianto mengatakan tentang ketahanan energi bersumber dari minyak nabati sawit dan tahun depan sudah menuju B50,” kata Dr. Gulat saat menjadi narasumber stasiun televisi IDX Channel, diikutip Jumat (25/9/2025.
Dr Gulat mengatakan bahwa CPO produksi Indonesia saat ini ke stagnan, bahkan cenderung menurun. Dengan total produksi mencapai 48 juta ton tahun lalu, CPO domestik juga akan terserap untuk program B50 2026 paling tidak 18 juta ton, hal ini berakibat ketersediaan minyak sawit global akan menurun.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia telah menyelesaikan secara substantif Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/I-EU CEPA). I-EU CEPA ini mengeliminasi hingga 98% total tarif perdagangan barang dan jasa, serta membuka jalan untuk investasi.
Dengan demikian terbuka gerbang ekspor Indonesia ke Uni Eropa antara lain minyak kelapa sawit dan turunannya; bijih tembaga dan konsentratnya; asam lemak monokarboksilat industri; alas kaki dengan sol luar dari karet, plastik, atau kulit dan bagian atas dari kulit; serta bungkil minyak dan residu padat lainnya.
Namun, menurut Dr. Gulat, kesepakatan I-EU CEPA ini sebenarnya tidak begitu berguna karena ada ‘pintu’ lain yang menghalangi ekspor CPO yaitu aturan European Deforestation Regulation (EUDR). Regulasi EUDR sendiri menurut Dr. Gulat banyak kendala terkhusus kepada petani sawit.
“Sertifikasi EUDR itu bagai langit dan bumi bagi petani sawit Indonesia. Sulit dicapai level petani sawit, seharusnya pemerintah memberikan perhatian lebih khusus dan serius kepada hambatan petani sawit terkhusus terkait klaim-klaim kawasan hutan,” jelas Gulat.
Di sisi lain, Ketum DPP APKASINDO ini juga menyoroti regulasi sawit cenderung menyulitkan petani sawit dan inilah yang saya sebut hambatan domestik.
“Hambatan domestik jauh lebih berat dibandingkan global dan menurur saya pemerintah harus merubah pendekatan regulasi selama ini jika masih menginginkan sawit berjaya untuk ekonomi sosial dan lingkungan ke depannya,” kata Dr. Gulat.
“Lagi-lagi saya katakan, persoalan sawit Indonesia ini bukan dari Uni Eropa atau dari luar negeri, tapi dari domestik, regulasi domestik cenderung negatif dan kita sadar akan itu. Kalau itu tidak diselesaikan, sekecil apapun aturan yang dibuat oleh negara-negara mengimpor CPO, kami akan tersingkirkan, passed out, itu pasti,” tambahnya.
“Jadi ini yang perlu kita perhatikan yaitu urgensi dan kesanggupan dalam menjalankan regulasi tersebut. Aturan itu bagus, tapi harus operasional bukan justru menghambat. Indonesia jangan melupakan sejarah pertumbuhan ekonomi Indonesia terkhusus ketika masa-masa sulit, minyak sawitlah lokomotif pertumbuhan ekonomi kita,” kata Dr. Gulat.
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *