KONSULTASI
Logo

Satgas PKH Masih Buntu Solusi Soal Kasus Sengketa Lahan Sawit Tesso Nilo

4 November 2025
AuthorHendrik Khoirul
EditorDwi Fatimah
Satgas PKH Masih Buntu Solusi Soal Kasus Sengketa Lahan Sawit Tesso Nilo
HOT NEWS

sawitsetara.co – PEKANBARU – Setelah lima bulan bekerja, Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) masih buntu dalam mencari solusi atas “keberadaan” kebun sawit dan warga di dalam Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Rencana awal untuk merelokasi warga secara mandiri dalam waktu tiga bulan pasca penumbangan sawit dan pemasangan plang, yang diumumkan pada 10 Juni, kandas.

“Rencana ini batal setelah ada desakan warga dan rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM),” ungkap Mayjen TNI Dody Triwinarto, Komandan Satgas, seperti dikutip Mongabay, Selasa (4/11/2025).

Satgas kini berupaya mencari lahan pengganti untuk pemukiman dan kebun warga. Fokus mereka adalah kawasan hutan di sekitar TNTN yang memiliki perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH). Lahan pengganti ini nantinya akan dikelola langsung oleh masyarakat, dengan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengatur skema dan teknisnya.

Sawit Setara Default Ad Banner

Dody menyebutkan, “Loginya mudah. Tapi tetap harus verifikasi. Punya kelompok tani, masyarakat dan perorangan.”

Wakil Ketua II Satgas PKH, Dwi Agus, memaparkan bahwa mereka akan menyiapkan lahan pengganti di sembilan PBPH sekitar TNTN. Berdasarkan hasil tumpang susun citra satelit, terdapat 32.903,46 hektar tutupan sawit di area tersebut. Beberapa perusahaan yang beroperasi di lokasi ini antara lain PT Riau Andalan Pulp and Paper, PT Arara Abadi, dan lainnya.

“Total luas izin di area ini mencapai 174.437,73 hektar. Itulah yang akan kita skenariokan sebagai lahan pengganti,” kata Dwi kepada Mongabay.

Sawit Setara Default Ad Banner

Namun data yang digunakan masih dalam tahap pra-verifikasi. Tim pusat akan turun langsung untuk memverifikasi keabsahan data. Fokus utama adalah penyalahgunaan area hutan tanaman industri (HTI). Satgas PKH juga menerima informasi terkait permohonan pelepasan kawasan hutan dari sejumlah perusahaan di sembilan area PBPH.

Dari permohonan tersebut, 821,02 hektar ditolak, 50,71 hektar diproses dan masuk klaster 1 C. Permohonan yang ditolak akan menjadi ranah Tim Percepatan Pemulihan Pasca Penguasaan TNTN (TP4TNTN) untuk menyediakan tempat tinggal bagi warga yang direlokasi.

Satgas PKH akan memprioritaskan perlindungan pemilik kebun kurang dari lima hektar. Dody menegaskan bahwa pemerintah akan mengambil kebun seluas 100-500 hektar yang dikuasai oleh oknum tertentu. Ia juga memastikan bahwa lahan pengganti akan sama produktifnya dengan lahan yang ditinggalkan masyarakat, dengan usia tanaman diperkirakan di atas 5 tahun.

Sawit Setara Default Ad Banner

“Tidak ada niat dan cara mengadu masyarakat di lahan pengganti. Tapi berbagi pada lahan yang dikuasai oknum pemilik kebun skala luas yang diverifikasi nanti,” kata Dody.

Di sisi lain, Bupati Pelalawan, Zukri, menyatakan kekhawatirannya terkait potensi masalah baru jika lahan sawit dalam konsesi HTI diambil dan dijadikan lahan pengganti. Zukri menekankan pentingnya penyempurnaan data sebelum mengambil keputusan. Ia menyarankan agar pemerintah fokus mengambil alih lahan skala luas yang dikuasai oleh oknum.

“Kalau data itu kita miliki, akan jauh lebih mudah mengurai masalah. Idealnya, dari 32.000 hektar itu, ketemu 20.000 hektar yang bukan dimiliki petani kecil. Tapi oknum dengan kepemilikan 50, 100 atau 1.000 hektar. Itu yang kita ambil,” kata Zukri.


Berita Sebelumnya
Konsumsi Sawit Bersertifikat RSPO Jadi Tonggak Indonesia Menuju Berkelanjutan

Konsumsi Sawit Bersertifikat RSPO Jadi Tonggak Indonesia Menuju Berkelanjutan

Indonesia kini memasuki babak baru dalam perjalanan konsumsi produk sawit berkelanjutan. Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL), setelah berhasil menciptakan formula palm-based batik wax, resmi meraih Sertifikasi RSPO Supply Chain Certification (SCC).

| Berita

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *