KONSULTASI
Logo

Forbina Dukung Pemerintah Aceh Tata Ulang HGU Sawit: Saatnya Keadilan Agraria Ditegakkan

3 November 2025
AuthorDwi Fatimah
EditorDwi Fatimah
Forbina Dukung Pemerintah Aceh Tata Ulang HGU Sawit: Saatnya Keadilan Agraria Ditegakkan

sawitsetra.co - BANDA ACEH - Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina) menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Pemerintah Aceh meninjau ulang dan menata kembali izin Hak Guna Usaha (HGU) di sektor perkebunan kelapa sawit. Langkah ini dinilai sebagai momentum penting untuk menegakkan keadilan agraria dan memastikan hasil kekayaan alam Aceh benar-benar dinikmati oleh rakyatnya sendiri.

“Selama ini konflik lahan hampir terjadi di seluruh wilayah HGU. Banyak perusahaan yang kantornya di luar Aceh mengeruk keuntungan besar, tapi masyarakat di sekitar kebun justru hidup miskin dan tanpa kebun plasma,” ujar Direktur Forbina Muhammad Nur di Banda Aceh.

Muhammad Nur menilai persoalan utama sektor sawit Aceh terletak pada lemahnya transparansi dan tata kelola. Hingga kini, kata dia, belum pernah ada publikasi resmi terkait total pendapatan daerah, pajak, maupun kontribusi sosial (CSR) dari perusahaan-perusahaan sawit.

Sawit Setara Default Ad Banner

“Kalau kita turun ke lapangan, banyak rumah rakyat di pinggir kebun sawit malah tak layak huni. Padahal tanah itu dulunya milik masyarakat,” ungkapnya.

Data menunjukkan Aceh memiliki sekitar 1,1 juta hektare lahan perkebunan, dengan 237.769 hektare di antaranya ditanami kelapa sawit. Dari jumlah itu, lebih dari 385 ribu hektare dikelola perusahaan besar. Ironisnya, kekayaan lahan tersebut belum berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat.

Sebaliknya, konflik agraria justru marak. Di Aceh Selatan, sekitar 165 hektare lahan transmigran lokal di Trumon Timur diduga dikuasai PT Agro Sinergi Nusantara. Sementara PT Asdal Prima Lestari mendapat “rapor merah” dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Februari 2025 atas dugaan pelanggaran lingkungan dan sosial.

Sawit Setara Default Ad Banner

Persoalan serupa juga terjadi di Aceh Utara dan Aceh Timur. Warga Cot Girek dan Pirak Timu masih bersengketa dengan PT Perkebunan Nusantara IV Regional 6, sedangkan di Aceh Timur, konflik melibatkan sederet perusahaan seperti PT Bumi Flora, PT Parama Agro Sejahtra, PT Atakana Kompeni, PT Pattria Kamo, PT Tualang Raya, PT Beurata Maju, dan PT Bayu Peuga Sawit.

“Deretan kasus ini menunjukkan pengelolaan HGU sawit di Aceh masih jauh dari prinsip keberlanjutan dan keadilan sosial,” tegas Muhammad Nur.

Forbina juga menyoroti dua korporasi besar yang sering dilaporkan masyarakat: PT Fajar Baizury & Brothers di Nagan Raya dan PT Dua Perkasa Lestari.

“PT Fajar Baizury menguasai 9.311 hektare lahan HGU sejak 1991, diperbarui pada 2007. Hingga kini, warga sekitar masih memperjuangkan penyelesaian dugaan penyerobotan lahan garapan rakyat,” jelas Muhammad Nur.

Sawit Setara Default Ad Banner

Sementara itu, PT Dua Perkasa Lestari disebut belum memenuhi kewajiban pembangunan kebun plasma sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18 Tahun 2021.

Forbina menilai langkah Pemerintah Aceh melakukan review dan penataan ulang HGU adalah momentum penting untuk mengembalikan kedaulatan rakyat atas tanah.

“Kita mendukung penuh upaya ini. Jangan sampai tanah Aceh hanya menjadi sumber kekayaan bagi segelintir orang, sementara rakyatnya terus jadi penonton,” tutup Muhammad Nur.



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *