Sawitsetara.co – JAKARTA – Petani sawit milenial Ahmad Indradi turut menanggapi prediksi penerapan biodiesel B50 pada 2026 yang berpotensi menjadi guncangan besar bagi industri sawit Indonesia. Ia mengatakan, penerapan B50 justru menguntungkan oligarki produsen-produsen biodiesel. Sementara petani sawit kian tertekan.
“Lagi-lagi ini oligarki produsen biodiesel yang bakal untung besar dan disisi lain petani makin tertekan,” katanya dalam pesan singkat kepada sawitsetara.co, Sabtu (18/10/2025).
Salah satu pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) ini menjelaskan, penambahan kebutuhan CPO untuk B50 akan menyedot dana lebih besar untuk subsidi biodiesel. Apalagi pada kondisi produksi CPO nasional yang stagnan pada 50 juta ton.
“Akibatnya, bisa jadi pungutan ekspor akan ditambah, setelah 7,5% naik 10% pada Mei 2025 maka dengan B50 ini akan meningkat lagi, bisa menjadi 12,5 %atau 15 % atau lebih,” kata dia.
Buntutnya, lanjut Indra, sudah pasti harga tandan buah segar (TBS) akan tertekan oleh tambahan pungutan ini. Menurut dia, semestinya kebijakan B50 ini dilakukan pada saat produksi CPO nasional sudah meningkat signifikan di atas 60 juta ton. Selain itu Upaya ekstensifikasi dan intensifikasi harus diwujudkan dahulu.
Lebih jauh, Indra mengatakan kebijakan DMO ini akan membuat kesenjangan antara harga CPO di dalam dan luar negeri, sama seperti 2022 lalu. Kondisi ini berpotensi terjadinya korupsi atau kongkalikong kuota ekspor sama seperti saat itu. Masih segar pengungkapan barang bukti uang tunai 11,5 Triliun oleh Kejaksaan yang merupakan barang bukti suap kuota ekspor.
“Persekongkolan antara penguasa dan pengusaha semacam ini pasti akan terulang lagi,” katanya mewanti-wanti.
Adapun sebelumnya, Guru Besar IPB University, Bayu Krisnamurthi, mengingatkan bahwa rencana penerapan B50 berpotensi menimbulkan tekanan besar terhadap industri sawit nasional. Ia menilai kebijakan itu, jika dijalankan tanpa perhitungan matang, bisa menjadi “genta kematian” bagi sektor sawit yang kini sudah kehilangan daya saing di pasar global.
“Kalau angka-angka riset ini benar, maka kenaikan B40 ke B50 akan menambah beban subsidi, menekan ekspor, menaikkan harga minyak goreng, dan pada akhirnya menggerus daya saing sawit kita. Itu genta kematian bagi industri sawit Indonesia,” kata Bayu dalam forum diskusi di Universitas Indonesia, Jumat (17/10/2025).
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *