Sawitsetara.co – DEPOK – Pakar kebijakan, tata kelola pertanahan, ruang, dan sumber daya alam dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Budi Mulyanto, turut menyuarakan keprihatinannya terkait perluasan kewenangan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 Tahun 2025.
Budi menekankan pentingnya kepastian hukum dalam konteks ini. Ia menyoroti beberapa poin krusial dalam PP tersebut. PP 45/2025 memperluas kewenangan Satgas PKH. Ada istilah penguasaan kembali, paksaan pemerintah, bahkan kewenangan untuk mencabut izin, memblokir rekening, sampai mencegah orang keluar negeri.
“Walaupun denda sudah dibayar, lahan tetap bisa diambil kembali. Ini mengkhawatirkan karena dapat mengganggu kepastian hukum dan iklim investasi di Indonesia,” kata Budi dalam keterangannya di Jakarta pada Jumat (3/9/2025).
Salah satu yang menjadi sorotan pakar kebijakan IPB ini adalah besaran denda Rp25 juta per hektare per tahun yang dinilai memberatkan. Menurut dia, besaran denda ini banyak dikomentari sebagai pembunuhan industri sawit. Bukan hanya menimbulkan ketakutan, tapi juga citra buruk investasi di Indonesia.
Lebih jauh, Budi menekankan bahwa akar masalah bukan hanya pada PP 45/2025, tetapi pada penetapan kawasan hutan yang sejak awal tidak sesuai dengan UU 41/1999 tentang Kehutanan. Menurutnya, sebelum penunjukan kawasan hutan seharusnya ada survei sosial, ekonomi, dan penguasaan tanah masyarakat. Namun, praktiknya hal ini seringkali diabaikan.
Budi juga menyoroti dampak aturan ini pada masyarakat luas, termasuk masyarakat yang kebunnya masuk kawasan hutan. Ia berharap pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah fundamental dengan merevisi peta kawasan hutan.
Pihaknya juga menekankan perlunya proses survei partisipatif yang melibatkan masyarakat, pemerintah daerah, dan aparat hukum untuk menetapkan batas kawasan hutan yang lebih legitimate. “Saya berharap pemerintahan Pak Prabowo membereskan akar persoalan dengan merevisi peta kawasan hutan dan melaksanakan reforma agraria,” katanya.
Dengan penataan ulang kawasan hutan sesuai prosedur hukum, Budi yakin tanah rakyat yang sah akan terlindungi.
“Kalau akar masalah dibereskan, batas kawasan hutan jadi jelas, rakyat terlindungi, dan industri berjalan. Reforma agraria bisa dilaksanakan, hak rakyat diakui, dan lahan kosong yang benar-benar milik negara bisa dipakai untuk energi, pangan dan pembangunan,” kata dia.
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *