sawitsetara.co – JAKARTA – EU Deforestation-Free Regulation (EUDR) kini telah disahkan oleh Komisi Uni Eropa (UE) yang memang di disain untuk merugikan Indonesia. kebijakan tersebut bisa mengancam keberlangsungan industri hingga melambungkan harg, karena akan banyak beban-beban biaya untuk bisa masuk ke EU dan itu bagian dari strategi politik dagang.
Seperti kita ketahui EUDR sering kali dianggap menjadi salah satu merugikan komoditas perkebunan dan kehutanan di Indonesia, salah satunya kelapa sawit, namun peneliti dari Finlandia yakni Senior Research Fellow University of Turku Finlandia Erja Kettunen Matilainen menemukan masih banyak pihak utamanya ditingkat akar rumpit belum mengetahui regulasi ini secara mendetil.
Erja mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat besar, negara yang luas, dan, dengan banyak wilayah yang berbeda. Jadi, bisa dibilang, apa yang kami temukan adalah bahwa informasi tentang EUDR ini belum sampai ke semua tempat.
“Jadi, tentu saja, orang kementerian dan pemerintah sangat mengetahuinya. Tetapi semakin dekat Anda dengan akar rumput, semakin sedikit informasi yang tersedia. Jadi, tentu saja, ini menjadi sangat menantang,” ujar Erja.
Munculnya EUDR tidak lepas dari dominannya sawit RI di Eropa. Namun, komoditas sawit menyangkut hal rumit secara keseluruhan. Mulai dari tantangan global, perubahan iklim, pemanasan global, yang kemudian disertai dengan kondisi iklim ekstrem, seperti kekeringan ekstrem, curah hujan ekstrem, serta badai dan banjir.
“Jadi ini sangat ekstrem, dan terkait dengan perubahan iklim. Lalu, kita punya banyak masalah, bukan hanya penggundulan hutan, tetapi juga keanekaragaman hayati, yang mencoba menghentikan perubahan iklim untuk menjaga planet ini. Jadi saya melihatnya sebagai salah satu upaya UE untuk melakukan sesuatu tentang hal itu” kata Erja.
Selain itu, ada kesulitan yang muncul jika komoditas minyak sawit mendapat pertentangan dari Uni Eropa. Yakni ancaman menurunnya devisa dalam negeri hingga tingkatan terendah petani kesulitan untuk menyalurkan tandan buah segar (TBS).
“Saya juga dapat melihat dampaknya terhadap perdagangan dan mitra dagang, dan juga masalah terkait prosesnya yang cepat, karena hal itu menciptakan banyak sekali kesulitan bagi produsen atau petani, terutama petani kecil. Jadi, ada situasi yang rumit dan menantang di Indonesia karena seluruh produksi dan industri minyak kelapa sawit ini sangat rumit,” ujar Erja.
Sebelumnya, Komisi Uni Eropa (UE) pada 6 Desember 2022 menyetujui Undang-Undang (UU) produk bebas deforestasi atau EUDR. Begitu diadaptasi dan diimplementasikan, UU ini akan menutup rantai pasok yang masuk ke kawasan itu dari produk-produk yang dianggap menyumbang deforestasi dan degradasi lahan.
Sebagai rancangan regulasi yang dibentuk Uni Eropa (UE) dengan sasaran untuk mengenakan kewajiban uji tuntas terhadap sejumlah komoditas perkebunan dan kehutanan.
Dengan kebijakan ini, setiap perusahaan yang memasok minyak sawit, sapi, kedelai, kakao, kayu, dan karet, serta produk turunan seperti cokelat, daging sapi, hingga furnitur Seperti diketahui, Indonesia merupakan pemasok minyak sawit terbesar di dunia dan merupakan salah satu produsen kakao, kayu, dan karet dunia.
Sumber: CNBC
Jur: Ningrum