
sawitsetara.co - BOGOR - Tak hanya jadi komoditas ekspor unggulan, minyak sawit kini naik kelas sebagai superfood lokal. Penelitian terbaru membuktikan, minyak sawit merah mampu memperbaiki gizi buruk dan mencegah tengkes (stunting) hanya dalam waktu delapan minggu.
Minyak berwarna merah keemasan ini tengah mencuri perhatian para peneliti dan pelaku industri pangan. Selain kaya antioksidan, minyak sawit merah juga menjadi sumber alami provitamin A, vitamin E, dan squalene—tiga zat penting untuk tumbuh kembang anak dan daya tahan tubuh.
“Minyak sawit merah memiliki kandungan antioksidan tinggi dan terbukti efektif dalam penanganan gizi buruk sebelum menjadi stunting,” ujar Direktur Seafast Center IPB University, Puspo Edi Giriwono dikutip dari Kompas.com.
Menurut Puspo, hasil penelitian IPB menunjukkan bahwa anak-anak dengan gizi buruk yang mengonsumsi minyak sawit merah mengalami peningkatan berat badan signifikan hanya dalam dua bulan. Kandungan tokoferol, tokotrienol, dan karotenoid di dalamnya berperan penting memperbaiki metabolisme tubuh.

Dibandingkan minyak goreng biasa, kandungan fitonutrien minyak sawit merah jauh lebih tinggi. Bahkan, sejumlah studi menyebutkan bahwa komposisi antioksidannya menyaingi minyak zaitun yang selama ini dikenal sebagai minyak sehat.
Dalam penelitian Sri Anna Marliyati, Hardinsyah, dan Neysa Rucita (Jurnal Gizi dan Pangan, 2010), minyak sawit merah yang diformulasikan ke dalam mi instan untuk balita mampu memenuhi 100 persen kebutuhan vitamin A harian. Setiap kemasan 50 gram mengandung sekitar 636,8 RE vitamin A, setara 76,42 ppm β-karoten.
Artinya, minyak sawit merah bukan sekadar bahan masak, tapi juga pangan fungsional yang dapat melawan defisiensi gizi dan menjadi alternatif pangan darurat di daerah bencana.

Kini, teknologi pengolahan minyak sawit merah tak hanya menghasilkan minyak makan, tapi juga merambah ke produk turunan seperti sirup, losion, sabun, hingga food supplement bernilai tinggi. Menariknya, beberapa usaha kecil dan menengah di luar negeri sudah menjual produk berbasis minyak sawit merah ke pasar Indonesia dengan harga premium.
“Padahal, teknologinya mudah dan bisa diterapkan oleh pelaku UMKM dalam negeri,” kata Puspo.
Indonesia sendiri menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan total produksi 53 juta ton pada 2025. Angka itu mencakup 65 persen produksi minyak sawit global dan 25 persen produksi minyak nabati dunia.
“Kini, lebih dari separuh produk sawit Indonesia diekspor ke lebih dari 100 negara dalam bentuk olahan, bukan lagi bahan mentah,” ujar Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi).

Hilirisasi industri sawit terbukti mendongkrak ekonomi nasional dan membuka peluang besar bagi pelaku usaha kecil di daerah. Dengan inovasi seperti minyak sawit merah, Indonesia bukan hanya menjadi eksportir bahan mentah, tetapi juga pemasok nutrisi dunia.
Ke depan, para peneliti IPB dan sejumlah lembaga berharap minyak sawit merah bisa diproduksi massal sebagai bagian dari program nasional pencegahan tengkes. Kandungan provitamin A dan antioksidan alaminya dapat membantu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, terutama anak-anak dan ibu hamil.
Dari kebun sawit di tanah air, lahirlah harapan baru, minyak merah yang tak hanya menyehatkan, tapi juga menegaskan posisi Indonesia sebagai pionir pangan fungsional dunia.
Tags:



Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *