sawitsetara.co - Industri kelapa sawit Indonesia menyambut positif penyelesaian perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang akhirnya disepakati setelah negosiasi panjang. Perjanjian ini akan menghapus lebih dari 98 persen tarif perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa, termasuk untuk komoditas strategis seperti kelapa sawit.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, menyebut kesepakatan ini sebagai angin segar bagi pelaku industri sawit nasional. Menurutnya, selama ini tarif ekspor ke Uni Eropa menjadi beban berat bagi daya saing produk sawit Indonesia di pasar global.
“Bagus, bagus sekali. Ini artinya hambatan tarif ke pasar Eropa sudah selesai. Tapi, kita tidak boleh lengah, karena masih ada tantangan besar dari sisi hambatan non-tarif, khususnya regulasi EUDR,” ujar Eddy, Kamis (25/9/2025).
Meski penghapusan tarif menjadi kemenangan penting, regulasi European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) tetap menjadi ganjalan utama. Regulasi ini, yang mulai berlaku pada akhir 2025, mensyaratkan bahwa seluruh produk pertanian yang masuk ke Eropa termasuk minyak sawit harus bebas dari jejak deforestasi.
Jika pelaku usaha tidak dapat memenuhi standar EUDR, maka meski tarif dihapus, produk sawit tetap tidak bisa menembus pasar Eropa.
“Kalau EUDR diterapkan, semua produk ekspor harus dicek dulu. Kalau tidak memenuhi persyaratan EUDR, ya tetap tidak bisa masuk. Artinya, tarif nol pun jadi tidak berguna,” jelas Eddy.
Ia menambahkan bahwa EUDR saat ini memang ditunda implementasinya selama satu tahun, namun undang-undangnya belum dicabut. Artinya, ancaman masih nyata dan perlu diantisipasi serius.
Eddy mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia tidak tinggal diam menghadapi tantangan ini. Sejumlah negosiasi dengan pihak Uni Eropa masih terus berlangsung, termasuk upaya agar skema sertifikasi nasional seperti Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) bisa diterima sebagai bukti keberlanjutan oleh pihak Eropa.
Salah satu isu krusial adalah permintaan Uni Eropa terkait sharing geolocation data lokasi kebun sawit yang menurut Eddy masih berbenturan dengan regulasi domestik terkait perlindungan data. “Masalah geolocation itu kan di undang-undang kita tidak diperbolehkan dibuka. Tapi pemerintah terus berusaha mencari jalan tengah agar kita bisa tetap ekspor tanpa melanggar hukum kita sendiri,” kata Eddy.
Kesepakatan IEU-CEPA menjadi langkah maju yang signifikan bagi industri sawit nasional. Namun keberhasilan nyata baru akan dirasakan jika hambatan non-tarif seperti EUDR juga bisa diatasi. Kolaborasi erat antara pemerintah dan pelaku usaha kini menjadi kunci untuk memastikan sawit Indonesia tidak hanya bebas tarif, tetapi juga bisa masuk pasar Eropa tanpa tersandung regulasi keberlanjutan.
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *