
sawitsetara.co - Uni Eropa kembali menekan tombol jeda. Setelah menuai penolakan dari industri dan mitra dagang global, negara-negara anggota Uni Eropa resmi menyetujui penundaan penerapan undang-undang anti-deforestasi untuk kedua kalinya.
Keputusan yang diumumkan Dewan Uni Eropa pada Kamis (18/12/2025) ini membuka jalan bagi penundaan selama satu tahun, dengan alasan utama belum siapnya sistem digital yang akan digunakan untuk menegakkan aturan tersebut.
Regulasi yang digadang-gadang sebagai kebijakan anti-deforestasi paling ambisius di dunia ini menargetkan komoditas impor seperti minyak sawit, kakao, kopi, dan kedelai. Melalui aturan ini, eksportir diwajibkan membuktikan bahwa produk mereka tidak berasal dari lahan hasil perusakan hutan.
Awalnya direncanakan berlaku pada Desember 2024, kebijakan ini merupakan bagian penting dari agenda hijau Uni Eropa. Namun tekanan dari pelaku industri serta negara-negara pemasok utama—termasuk Indonesia, Brasil, dan Amerika Serikat—membuat Brussel melunak. Mereka menilai aturan tersebut berpotensi meningkatkan biaya produksi dan mengganggu arus perdagangan global.
Dalam skema terbaru, perusahaan besar baru akan diwajibkan patuh mulai 30 Desember 2026. Perusahaan kecil dengan omzet di bawah 10 juta euro bahkan mendapat kelonggaran hingga pertengahan 2027.

Meski demikian, penundaan ini tidak luput dari kritik. Perusahaan pangan global seperti Nestlé, Ferrero, dan Olam Agri memperingatkan bahwa setiap penundaan berarti memberi ruang lebih besar bagi laju deforestasi. Uni Eropa sendiri mencatat, sekitar 10% deforestasi global selama ini dipicu oleh konsumsi barang impor di kawasan tersebut.
Dengan tenggat waktu yang kembali mundur, pertanyaan pun mengemuka: akankah Uni Eropa benar-benar siap menegakkan aturan ini, atau penundaan kembali menjadi jalan keluar?



Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *