
sawitsetara.co – JAKARTA – Lahan peremajaan sawit rakyat (PSR) oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV PalmCo, anak usaha dari Holding Perkebunan PTPN III (Persero), yang ditanami padi gogo di Jambi dan Aceh berhasil panen pada Oktober 2025.
Direktur Utama PTPN IV PalmCo, Jatmiko K. Santosa, menjelaskan bahwa langkah ini bukan hanya tentang keuntungan bisnis. Program ini bertujuan memaksimalkan potensi lahan sawit muda yang belum menghasilkan, sekaligus berkontribusi pada ketahanan pangan nasional.
“Transformasi yang kami jalankan tidak semata pada digitalisasi atau efisiensi bisnis. Kami ingin memberikan dampak sosial bagi masyarakat sekitar kebun. Padi gogo di sela sawit muda terbukti bisa mendukung ketahanan pangan,” ujarnya pada Jumat (24/10/2025) di Jakarta.
Program intercropping ini telah berkembang di tujuh regional, termasuk Sumatera Utara, Riau, Jambi, Aceh, dan Kalimantan Barat. Luas lahan yang terlibat telah mencapai lebih dari 500 hektare, melalui program PSR dan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).
Panen perdana telah sukses dilaksanakan di lahan Universitas Al Muslim (Umuslim) Bireuen, Aceh, seluas 30 hektare pada awal Oktober. Rektor Umuslim, Dr. Marwan, menyatakan, “Hasilnya menjanjikan. Ini bukan hanya riset akademik, tetapi juga kontribusi nyata untuk masyarakat sekitar.”
Di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, panen di lahan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Jaya Makmur seluas 5 hektare juga memberikan hasil yang memuaskan. Sebanyak 10 ton gabah berhasil dipanen dengan produktivitas rata-rata 2 ton per hektare.
Program tumpangsari padi gogo ini sejalan dengan visi pemerintah Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat ketahanan pangan nasional, sebagaimana tertuang dalam Asta Cita. Direktur Hubungan Kelembagaan PTPN IV PalmCo, Irwan Peranginangin, menekankan pentingnya sinergi lintas sektor.
“Penanaman padi gogo di areal PSR merupakan bentuk nyata optimalisasi lahan dan bagian dari komitmen kami terhadap kedaulatan pangan,” ucap Irwan.
Pengamat pertanian dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Iskandar Zulkarnain, memuji langkah ini sebagai pergeseran paradigma di sektor perkebunan. “Sawit tidak lagi semata komoditas ekspor, tetapi juga ruang bagi diversifikasi pangan. Jika dikembangkan konsisten, ini bisa menjadi model lumbung pangan baru di daerah,” ujarnya.


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *