KONSULTASI
Logo

Sawit Dinilai Bukan Sekadar Komoditas, namun Jembatan Diplomasi dan Kemanusiaan

14 November 2025
AuthorDwi Fatimah
EditorDwi Fatimah
Sawit Dinilai Bukan Sekadar Komoditas, namun Jembatan Diplomasi dan Kemanusiaan
HOT NEWS

sawitsetara.co - NUSA DUA - Industri kelapa sawit Indonesia kembali menjadi sorotan pada pembukaan 21st Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) & 2026 Price Outlook yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, Kamis (13/11/2025). Dalam forum tahunan tersebut, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, menegaskan bahwa kelapa sawit tidak boleh lagi dipandang semata sebagai komoditas dagang, melainkan sebagai instrumen strategis yang dapat memperkuat hubungan persahabatan, perdamaian, dan kemanusiaan di tingkat global.

Dalam paparannya, Rachmat menyampaikan bahwa industri sawit memiliki posisi unik dalam percaturan ekonomi dunia. Selain berperan besar dalam ketahanan pangan dan energi, komoditas ini juga menjadi penghubung kepentingan antarnegara, utamanya dalam upaya menjawab kebutuhan pangan bagi penduduk dunia yang terus bertambah.

“Kelapa sawit adalah bagian dari diplomasi kita. Ia menjembatani kepentingan ekonomi, sosial, hingga kemanusiaan. Pengelolaannya harus mencerminkan nilai-nilai keberlanjutan dan keadilan,” ujarnya.

Rachmat menekankan perlunya peningkatan tata kelola industri sawit agar manfaatnya tidak hanya terkonsentrasi pada pelaku usaha besar, tetapi juga dirasakan secara merata oleh petani kecil dan pekerja perkebunan. Ia menilai bahwa keberlanjutan industri ini harus dibangun melalui pendekatan inklusif, dialog terbuka, serta transparansi dalam rantai pasok.

Sawit Setara Default Ad Banner

Menurutnya, petani kecil memegang peranan strategis dalam ekosistem sawit nasional. Karena itu, peningkatan produktivitas, kepastian lahan, dan akses terhadap teknologi harus menjadi bagian dari agenda pembangunan jangka panjang.

“Penguatan pada sisi petani adalah kunci. Ini bukan hanya soal untung rugi, tetapi soal memastikan kesejahteraan komunitas yang bergantung hidup pada sawit,” katanya.

Dalam konteks internasional, industri kelapa sawit kerap menghadapi tekanan berupa regulasi ketat dan kampanye negatif yang mengaitkannya dengan isu deforestasi. Menanggapi hal tersebut, Rachmat menegaskan perlunya upaya bersama untuk memperbaiki praktik pengelolaan lahan, memperkuat sertifikasi keberlanjutan, serta meningkatkan diplomasi ekonomi.

Ia menilai bahwa Indonesia memiliki peluang besar menunjukkan kepemimpinan global dalam praktik perkebunan berkelanjutan. Dengan komitmen pada standar lingkungan dan sosial yang lebih tinggi, Indonesia dapat menepis stigma yang selama ini melekat pada industri sawit.

“Keberlanjutan bukan hanya kebutuhan pasar, tetapi kepentingan bangsa. Dunia membutuhkan minyak nabati yang efisien, dan sawit memiliki produktivitas terbaik. Kita harus mampu menunjukkannya melalui praktik pengelolaan yang bertanggung jawab,” ucapnya.

Sawit Setara Default Ad Banner

Salah satu pesan utama yang disampaikan Rachmat adalah pentingnya melihat sawit sebagai sarana memperkuat hubungan antarnegara, terutama dalam kerja sama energi terbarukan, ketahanan pangan, dan pembangunan pedesaan. Menurutnya, kolaborasi internasional yang dibangun melalui industri sawit dapat meminimalkan konflik kepentingan dan mendorong stabilitas global.

“Dalam dunia yang semakin saling terhubung, komoditas seperti sawit tidak lagi hanya soal perdagangan. Ia bisa menjadi jembatan persahabatan dan kemitraan strategis,” ujarnya menegaskan.

IPOC tahun ini dihadiri ratusan pemangku kepentingan dari dalam dan luar negeri, mulai dari pelaku industri, peneliti, pembuat kebijakan, hingga mitra internasional. Kehadiran mereka mencerminkan besarnya perhatian terhadap masa depan industri sawit Indonesia sebagai pemasok minyak nabati terbesar di dunia.

Rachmat berharap momentum ini dapat menjadi titik tolak menuju pengelolaan sawit yang lebih berkelanjutan, adil, dan terukur. “Indonesia memiliki semua modal untuk menjadi pemimpin dalam industri sawit global. Yang kita butuhkan adalah komitmen kolektif,” katanya.


Berita Sebelumnya
Oktober 2025, Harga  Referensi CPO Menguat

Oktober 2025, Harga Referensi CPO Menguat

Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan (BLU BPDP), atau biasa dikenal sebagai Pungutan Ekspor (PE), untuk periode Oktober 2025 adalah sebesar USD963,61/MT. Nilai ini meningkat sebesar USD8,89 atau 0,93 persen dari HR CPO periode September 2025 yang tercatat sebesar USD954,71/MT.

| Berita

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *