KONSULTASI
Logo

Polemik PKS Komersil : Antara Kekhawatiran Sepihak dan Masa Depan Petani Sawit

14 Oktober 2025
AuthorDwi Fatimah
EditorDwi Fatimah
Polemik PKS Komersil : Antara Kekhawatiran Sepihak dan Masa Depan Petani Sawit
HOT NEWS

sawitsetara.co - Polemik keberadaan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Komersil (tanpa kebun) kembali mencuat setelah Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Barat, Heronimus Hero, menyatakan bahwa PKS komersial (tanpa kebun) berpotensi menimbulkan persoalan serius dalam tata niaga kelapa sawit. Dalam forum industri sawit tingkat regional, Hero menyoroti isu persaingan tidak sehat, penurunan mutu TBS, hingga potensi kecurangan pajak sebagai dampak dari praktik operasional PKS tanpa kebun.

Namun, pernyataan tersebut langsung menuai tanggapan keras dari sejumlah petani swadaya dan organisasi petani kelapa sawit. Mayoritas dari mereka justru menganggap keberadaan PKS komersial sebagai penyeimbang kekuatan pasar dan penyelamat harga TBS petani swadaya yang selama ini merasa ditekan oleh PKS konvensional.

Dalam pernyataannya, Hero menyebut bahwa PKS tanpa kebun yang hanya mengandalkan pasokan TBS dari pihak luar sangat rentan terhadap gangguan pasokan, dan bahkan membuka celah bagi praktik ilegal seperti pencurian TBS. Ia juga menyoroti bahwa persaingan harga antar PKS bisa merugikan pabrik mitra dan berdampak pada keberlangsungan industri sawit yang berkelanjutan.

Namun, narasi ini ditantang keras oleh petani sawit. Seorang petani sawit menanggapi, “Kalau PKS tanpa kebun ditutup, petani swadaya mau jual ke mana? PKS konvensional itu kalau hasil panen lagi tinggi, kami petani swadaya tidak dilirik. Harga dipermainkan, kualitas kami dihina.”

Lebih lanjut, para petani sawit khususnya semakin memanas mengulas pernyataan Kadisbun Kalbar tersebut, termasuk pengurus DPD APKASINDO dari berbagai provinsi menyampaikan bahwa PKS komersial justru membuka ruang persaingan harga yang sehat, karena mereka cenderung memberikan harga lebih tinggi kepada petani dibandingkan PKS dengan kebun sendiri. Mereka bahkan menyebut PKS konvensial melakukan praktik monopoli dan diskriminasi terhadap petani swadaya.

Default Ad Banner

Tidak mungkin PKS Konvensional membeli harga TBS dengan harga rugi dan faktanya hanya sedikit PKS Konvensional membeli harga TBS petani swadaya diatas harga kemitraan, kata petani sawit dari Sumatera Barat dalam percakapan di salah satu media sosial yang membernya ribuan, termasuk ada juga pejabat tinggi negara ini.

Tanggapan dari para petani sawit juga menyinggung rekomendasi dari lembaga negara. Kejaksaan Agung dan Ombudsman RI telah merekomendasikan bahwa PKS konvensional dan PKS komersial sebaiknya bersaing secara sehat dalam memberikan pelayanan terbaik kepada petani, bukan saling mengeliminasi. Bahkan dikatakan bahwa PKS komersial adalah masa depan bagi petani sawit, terutama yang tidak terikat dengan program kemitraan plasma.

Seorang pengurus APKASINDO menyebut, “Justru PKS komersial yang membuat harga lebih baik dan menekan dominasi perusahaan besar. Kalau mereka ditutup, petani swadaya pasti dikorbankan.” katanya di grup diskusi.

Polemik ini menunjukkan adanya kesenjangan pandangan antara pemerintah daerah dan kelompok petani mengenai bagaimana tata niaga sawit harus dijalankan. Di satu sisi, pemerintah ingin memastikan keberlanjutan industri dan ketertelusuran pasokan TBS, sementara di sisi lain, petani menginginkan kebebasan untuk menjual hasil panennya dengan harga terbaik.

Solusi yang banyak diusulkan oleh petani bukanlah penutupan PKS komersial, melainkan penerapan regulasi yang adil dan pengawasan ketat terhadap praktik curang, baik oleh PKS komersial maupun konvensional. Mereka juga mendorong pemerintah menjadi fasilitator, bukan sekadar pengatur pasar yang berpihak.

Fenomena ini juga bersifat regional. Di Sulawesi Selatan, dari 7 PKS yang beroperasi, hanya satu yang memiliki kebun inti, yaitu milik BUMN PTPN. Ironisnya, harga beli TBS oleh PTPN justru paling rendah dibanding PKS lainnya. Padahal, penetapan harga oleh Dinas Perkebunan sudah mencapai Rp2.900/kg, tetapi PKS BUMN hanya membeli Rp2.500/kg. Ini memperkuat argumen bahwa keberadaan PKS tanpa kebun memberi pilihan dan daya tawar bagi petani.


Keberadaan PKS Komersil kini menjadi titik panas dalam perdebatan masa depan tata kelola sawit di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan Sulawesi. Menutup PKS komersial bukan hanya menutup pabrik, tetapi juga menutup akses dan harapan ekonomi bagi jutaan KK petani sawit swadaya, khususnya.

Saya melihat justru petani sawit bermitra sangat diuntungkan dengan adanya PKS Komersil ini, karena PKS Konvensional (PKS Mitra Plasma) akan sangat waspada dalam membeli TBS Petani Mitra nya karena ada pembanding harga di PKS Komersil, ujar Petani Sawit dari Sulawesi Tenggara.

Pemerintah daerah dan pusat perlu mencari jalan tengah dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk petani swadaya yang selama ini menjadi garda terdepan industri sawit nasional. Persaingan sehat dan adil, bukan dominasi tunggal, adalah fondasi dari keberlanjutan industri sawit Indonesia ke depan.

Diskusi yang sangat intens tersebut ditanggapi oleh Guru Besar IPB, Prof Dr Ir Sudarsono Soedomo, M.P.P.A.

“Pejabat negara itu harus bijak dalam membuat statemen, harus menguasai situasi realitas di lapangan, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan” ujar Prof Gusdar sering akrab disapa.

Tags:

PKSPetani Sawit

Berita Sebelumnya
Petani Sawit di Banten Dipersalahkan atas Kerusakan Fasilitas PTPN IV, APKASINDO: Ini Bentuk Ketidakadilan

Petani Sawit di Banten Dipersalahkan atas Kerusakan Fasilitas PTPN IV, APKASINDO: Ini Bentuk Ketidakadilan

Peristiwa tersebut bermula dari audiensi antara petani sawit dan pihak PTPN IV yang membahas ketidaksesuaian timbangan Tandan Buah Segar (TBS) di lapangan.

13 Oktober 2025 | Berita

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *