sawitsetara.co - Para petani kelapa sawit menyampaikan penolakan keras terhadap penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2025 tentang perubahan atas PP Nomor 24 Tahun 2021 terkait tata cara pengenaan sanksi administratif di bidang kehutanan.
Aturan tersebut memuat ketentuan denda Rp25 juta per hektare per tahun bagi kebun sawit masyarakat yang dinilai berada dalam kawasan hutan.
Salah satu pihak yang menyatakan keberatan adalah M. Yunus, Wakil Ketua I DPW Apkasindo (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) Sumatera Selatan. Dalam keterangannya, Yunus menilai PP tersebut tidak berpihak kepada petani kecil dan justru menimbulkan keresahan di tingkat akar rumput.
“Petani tidak tahu kalau lahan yang mereka garap itu masuk kawasan hutan, karena selama ini tidak ada tanda batas, tidak ada palang, tidak ada pengawasan, tidak ada larangan. Petani hanya ingin hidup, ingin sejahtera,” ujarnya.
Menurut Yunus, banyak petani sawit yang telah menggarap lahannya selama lebih dari satu siklus tanam, bahkan ada yang mencapai dua siklus atau lebih dari 20 tahun. Mereka menanam sawit karena menganggapnya sebagai komoditas andalan yang dapat meningkatkan taraf hidup.
Namun, dengan diterapkannya PP 45/2025, para petani justru dihadapkan pada ancaman denda yang dinilai tidak realistis.
“Tidak akan ada petani yang sanggup membayar denda Rp25 juta per hektare per tahun. Pendapatan mereka tidak sampai segitu. Kalau dipaksakan, ini namanya kebijakan yang zalim,” tegas Yunus.
Yunus menjelaskan, rata-rata produksi petani sawit rakyat hanya 1–1,3 ton per hektare per bulan. Dengan harga jual TBS (tandan buah segar) di kisaran Rp1.800–Rp2.000 per kilogram, maka penghasilan kotor petani hanya sekitar Rp24 juta per hektare per tahun.
“Itu pun masih kotor. Setelah dipotong biaya pupuk, panen, transportasi, dan perawatan, pendapatan bersih petani bisa cuma Rp1 juta per hektare per bulan. Kalau punya dua hektare, ya cuma dua juta sebulan, di bawah UMP,” katanya.
Karena itu, denda Rp25 juta per hektare per tahun dianggap tidak masuk akal dan salah hitung.
“Yang bikin aturan ini tidak paham kondisi petani sawit. Masukan yang diberikan ke Presiden salah, dan akhirnya Presiden menandatangani PP yang salah,” ucap Yunus.
Lebih lanjut, Yunus menilai penerapan PP 45/2025 bisa menimbulkan kekacauan di lapangan. Petani akan ketakutan di lahannya sendiri, bahkan berpotensi menelantarkan kebun karena tidak mampu membayar denda.
“Kalau petani bangkrut, ekonomi desa ikut mati. Banyak anak putus sekolah, banyak tunawisma, ekonomi kawasan tidak berjalan,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti efek domino terhadap industri sawit nasional. Jika produktivitas petani turun, maka produksi CPO (crude palm oil) dan biodiesel akan menurun, yang pada akhirnya berdampak pada subsidi energi nasional.
“CPO turun, biodiesel turun, artinya subsidi solar dari pemerintah malah makin besar. Ini harus dipahami pemerintah, efeknya luar biasa panjang,” ujar Yunus.
Atas dasar itu, Apkasindo Sumatera Selatan meminta Presiden Prabowo Subianto untuk meninjau kembali atau membatalkan PP 45/2025. Mereka juga berharap pemerintah mau melibatkan petani dan asosiasi sebelum menetapkan kebijakan yang menyangkut hajat hidup masyarakat.
“Kami menolak keras PP 45 diberlakukan. Kami minta pemerintah merevisi atau membatalkannya. Jangan sampai petani jadi korban di tanahnya sendiri,” tegas Yunus.
Menurut ketentuan PP 45/2025, denda dikenakan sebesar Rp25 juta per hektare per tahun selama masa produksi. Berikut contoh perhitungannya:
Luas Lahan Umur Produksi Denda per Tahun Total Denda yang Harus Dibayar
1 hektare 5 tahun Rp25 juta Rp125 juta
2 hektare 10 tahun Rp25 juta Rp500 juta
3 hektare 8 tahun Rp25 juta Rp600 juta
Artinya, seorang petani kecil yang memiliki kebun 2 hektare dan telah berproduksi selama 10 tahun wajib membayar denda hingga Rp500 juta — jumlah yang jelas tidak mungkin terjangkau oleh petani rakyat.
“Kalau pemerintah ingin menaikkan ekonomi dan mengurangi kemiskinan, bukan dengan cara menekan petani. Justru petani sawit ini tulang punggung ekonomi daerah,” tutup M. Yunus.
Tags:
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *