
Sawitsetara.co – JAKARTA – Pada pertengahan September lalu pemangku kebijakan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.
Namun, regulasi pengubah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 ini menuai polemik. Salah satunya mengancam perkebunan sawit rakyat karena memberlakukan denda Rp25 juta per hektare per tahun untuk perkebunan sawit di kawasan hutan. Ketentuan ini berpotensi mematikan petani jika kebun mereka masuk wilayah hutan secara tidak sah.
Dilansir dari laman Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), perkebunan sawit rakyat bukan hanya sekadar penyumbang produksi minyak sawit mentah (CPO), tetapi juga menjadi tulang punggung stabilitas sektor sawit nasional. Keberagaman kepemilikan dan partisipasi petani kecil membantu sektor ini lebih tahan terhadap gejolak harga global.
Di banyak daerah, terutama di luar Pulau Jawa, perkebunan sawit rakyat adalah pilar utama perekonomian. Jutaan keluarga petani dan pekerja perkebunan menggantungkan hidupnya pada keberadaan kebun sawit rakyat. Selain itu, sektor ini membantu mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi antarwilayah melalui distribusi pendapatan yang lebih merata (PASPI, 2025).

Perkebunan sawit rakyat memberikan dampak positif yang luas bagi perekonomian daerah, antara lain:
1. Sumber Pendapatan Petani:
Petani mendapatkan penghasilan dari penjualan tandan buah segar (TBS), yang merupakan bahan baku utama CPO. Penghasilan ini penting untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan keluarga.
2. Mendorong Usaha Terkait
Sektor PR menggerakkan berbagai usaha pendukung, seperti penyedia pupuk dan alat pertanian, jasa angkutan, hingga unit pengolahan hasil.
3. Meningkatkan Investasi Lokal
Pendapatan yang diperoleh petani sering kali diinvestasikan kembali ke wilayah asalnya, memperkuat siklus ekonomi lokal.
4. Kontribusi terhadap Pendapatan Daerah
Aktivitas perkebunan sawit rakyat turut menyumbang pada pendapatan asli daerah (PAD) melalui pembayaran pajak dan retribusi, mendukung pembiayaan pembangunan lokal.
Menurut PASPI, keterlibatan petani sawit dalam rantai pasok nasional juga memperkuat posisi Indonesia di pasar global. Perkebunan sawit rakyat mendukung nilai tambah di sektor hilir, seperti industri pengolahan dan pemasaran produk turunan sawit.
Selain itu, perkebunan sawit rakyat memegang peran strategis dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional, tegas seorang pejabat terkait, menekankan pentingnya ekosistem ekonomi yang inklusif. PR yang kuat dan produktif adalah fondasi penting bagi masa depan industri sawit Indonesia yang berkeadilan, berkelanjutan, dan memberikan manfaat luas.
Pertumbuhan Perkebunan Sawit Rakyat
Data dari BPS yang dikompilasi oleh PASPI (2025) menunjukkan tren pertumbuhan yang sangat signifikan dalam luas area perkebunan sawit rakyat. Pada 2000, luasnya tercatat sebesar 1,19 juta hektare. Angka ini terus meningkat menjadi sekitar 2,5 juta hektare pada 2010, lalu melonjak lagi hingga lebih dari 4,5 juta hektare pada 2015. Hingga 2021, luas lahan PR telah menembus angka 6 juta hektare.
Pertumbuhan ini bukan hanya mencerminkan peningkatan skala, tetapi juga menggambarkan pentingnya PR dalam struktur industri sawit nasional. Hal ini membuka peluang besar untuk penguatan kualitas dan produktivitas di masa mendatang. Namun, keberadaan kebun sawit rakyat ini terancam setelah pemerintah mengeluarkan regulasi yang mengundang polemik tersebut.
Tags:

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *