
JAKARTA – Beberapa kalangan beranggapan bahwa penerpan program biodiesel 50% (B50) yang berbahan baku dari kelapa sawit memakan biaya yang cukup tinggi, menanggapi hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan tengah mencari formulasinya bersama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) agar penerapan B50 nanti tidak memberikan biaya (cost) yang lebih besar.
"Kalau B50 itu akan meningkatkan cost. Sekarang aja dari B35 menuju B40 ada terjadi perbedaan. Tapi tidak apa-apa, saya dengan BPDP lagi mencari formulasi. Boleh B50 tapi harganya tidak boleh naik terlalu banyak, sekarang kita lagi cari celahnya untuk bisa kita clear-kan," ungkap Bahlil, saat acara pemberian Penghargaan Subroto 2025, di Jakarta.
Bahlil pun mengakui bahwa ini sebuah tantangan yang cukup besar. Meski begitu, harus diakui penerapan biodiesel bisa menghemat devisa negara. Berdasarkan catatannya, implementasi B40 di tahun 2025 menghemat devisa sebesar Rp93,43 triliun, yang juga meningkatkan nilai tambah CPO (crude palm oil) sebesar Rp14,72 triliun, menyerap tenaga kerja sebanyak 1,33 juta orang, serta penurunan emisi karbon hingga 28 juta ton.
Seperti diketahui, pemanfaatan biodiesel untuk domestik sampai dengan September 2025 sebesar 10,57 juta kiloliter (KL) dari target produksi 15,6 juta KL. Lalu, pihaknya juga memutuskan rencana untuk berhenti mengimpor solar pada semester II 2026, setelah pemerintah mengeluarkan keputusan untuk mengimplementasikan B50.
Sebelumnya, Peneliti dari Pusat Riset Teknologi Bahan Bakar, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Soni Solistia Wirawan, mengingatkan tantangan yang muncul saat kadar blending biodiesel ditingkatkan, misalnya dari biodiesel 40% (B40) ke B50.
Menurutnya, biodiesel punya beberapa sifat penting, misalnya bisa membantu membersihkan mesin (solvency), tapi juga mudah menyerap air (hygroscopic). Selain itu, biodiesel rentan mengalami oksidasi dan bisa mengental atau membeku kalau suhu turun rendah.
Di sisi lain, biodiesel lebih ramah lingkungan karena mudah terurai, tapi energinya sedikit lebih rendah dibanding bahan bakar fosil, sehingga bisa berpengaruh pada tenaga mesin.
“Mungkin ini plus, tapi ini juga mungkin minus. Yang ini harus kita terus reset agar setiap campuran biodiesel kita makin tinggi, ya. Itu harus kita perbaiki parameternya supaya bisa kita campurkan makin tinggi,” ujar Soni.


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *