KONSULTASI
Logo

Limbah Cair POME Sawit Indonesia Jadi Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan, ICAO Beri Lampu Hijau

11 Desember 2025
AuthorHendrik Khoirul
EditorDwi Fatimah
Limbah Cair POME Sawit Indonesia Jadi Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan, ICAO Beri Lampu Hijau
HOT NEWS

sawitsetara.co – JAKARTA – International Civil Aviation Organization (ICAO) telah menyetujui penggunaan limbah cair kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME) sebagai bahan baku Sustainable Aviation Fuel (SAF). Keputusan ini membuka jalan bagi penerbangan yang lebih ramah lingkungan.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Lukman F Laisa, menyambut baik persetujuan ini. Pengakuan ini menandai langkah penting bagi Indonesia dalam memasuki pasar SAF global. Ia menegaskan, SAF dari POME mampu memberikan emission saving hingga 8 persen dibandingkan bahan bakar fosil.

“Ini adalah momentum besar bagi Indonesia untuk memasuki pasar SAF global,” kata Lukam, dikutip dari Antara, Kamis (11/12/2025).

Sawit Setara Default Ad Banner

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud) memainkan peran kunci dalam forum ICAO. Mereka mengajukan perhitungan nilai default Core LCA Default Value (LCA) untuk SAF berbahan baku POME.

Lukman menjelaskan, “Penggunaan SAF bagi penerbangan internasional telah menjadi prioritas ICAO dalam upaya menurunkan emisi CO2 di sektor penerbangan internasional melalui program Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA).”

Indonesia, sebagai anggota ICAO, berkomitmen menjadi produsen utama SAF. Oleh karenanya, kata Lukman, Indonesia mengusulkan perhitungan nilai default LCA. Koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri juga dilakukan dalam proses pengajuan ini.

POME, sebagai residu dari produksi Crude Palm Oil (CPO), masuk dalam kategori residu pada daftar positive list ICAO. Hal ini menjadikan SAF berbahan baku POME sangat kompetitif.

“SAF yang dibuat degan bahan baku POME mempunyai potensi penurunan emisi yang besar, sehingga sangat kompetitif dibanding SAF dari bahan baku lain,” kata Lukman.

Sawit Setara Default Ad Banner

Pada Januari 2025, Ditjen Hubud mengajukan perhitungan nilai LCA Default Value untuk SAF berbahan baku POME. Setelah melalui penilaian teknis di CAEP, ICAO Council menyetujui dan menerbitkan nilai LCA Default Value sebesar 18,1 gram CO₂/MJ pada akhir November 2025.

Proses ini melibatkan perbandingan perhitungan dengan ahli independen internasional dan verifikasi dari joint research centre – european commission. Lukman menekankan bahwa keberhasilan ini adalah hasil kerja kolaboratif.

“Keberhasilan ini merupakan hasil kerja kolaboratif. Kami berterima kasih atas dukungan Kementerian Luar Negeri, upaya lintas institusi ini menunjukkan komitmen kuat Indonesia dalam memperjuangkan posisi nasional di forum internasional,” jelasnya.

Untuk mewujudkan produksi SAF berbahan baku POME secara konsisten, ketersediaan bahan baku POME yang mencukupi dan memiliki traceability yang baik menjadi prioritas. Lukman berharap adanya dukungan berkelanjutan dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah hingga sektor penerbangan.

“Kolaborasi diperlukan dalam bentuk kebijakan, regulasi, insentif, investasi, hingga penyediaan fasilitas pendukung. Dengan langkah bersama, Indonesia memiliki peluang besar menjadi produsen SAF yang kompetitif di kawasan,” pungkas Lukman.

Tags:

International Civil Aviation Organization (ICAO)

Berita Sebelumnya
GAPKI Soroti Lambatnya PSR dan Dampak Kebijakan B50 terhadap Ekspor maupun Harga Minyak Goreng

GAPKI Soroti Lambatnya PSR dan Dampak Kebijakan B50 terhadap Ekspor maupun Harga Minyak Goreng

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono menyampaikan pandangannya terkait sejumlah isu krusial dalam industri kelapa sawit. Mulai dari lambatnya peremajaan sawit rakyat (PSR) hingga potensi dampak kebijakan B50 terhadap ekspor dan harga minyak goreng dalam negeri.

| Berita

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *