sawitsetara.co – JAKARTA – Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Dr. Gulat Medali Emas Manurung, MP., C.IMA., C.APO, mendesak pemerintah untuk segera membentuk Badan Otoritas Sawit Indonesia (BoSI) atau Badan Kelapa Sawit Nasional (BKSN) atau apapun namanya, guna mengurusi industri kelapa sawit secara menyuluruh.
“Cara Indonesia mensukseskan B50 program dari Bapak Presiden Prabowo Subianto, yaitu segera dirikan Badan Otoritas Sawit Indonesia atau sejenis yang mengurusi sawit,” kata Dr. Gulat dalam program Market Review di IDX Channel, dikutip Sabtu (07/11).
Desakan tersebut Dr. Gulat sampaikan lantaran terlalu banyak kelembagaan pemerintah di Tanah Air yang mengurusi kelapa sawit. Akibatnya, kata dia, terjadi kerancuan data antara satu lembaga dengan lembaga lain tentang komoditas ini. Kalau kita menggunakan data animasi maka hasilnyapun hanya khayalan. Salah satunya soal rancunya data luas lahan dan hal ini berkaitan kemana-mana termasuk kepada pemasukan negara.
“Berapakan luas sawit Indonesia? Kementerian-kementerian terkait sawit akan memberikan jawaban yang berbeda. Ada yang bilang 16 juta hektare, ada yang bilang 20 juta hektare, ada yang bilang 18 hektare. Luas pastinya saja kita tidak tahu bagaimana kita bisa mengukur produksi dan produk turunan lainnya,” kata Dr. Gulat.

Selain itu terkait ke Bursa CPO, Nantinya, BoSI akan menjadi satu-satunya yang mengurusi sawit, mulai dari hulu sampai hilir, termasuk tentang konsep satu harga Minyak Sawit melalui Bursa CPO Indonesia ICDX. Selain itu, terkait ke issue-issue sawit global, akan terintegrasi dibawah institusi BoSI, ujar Dr Gulat.
Kondisi serba animasi ini memang disengaja dipelihara pihak-pihak yang mengambil keuntungan atas kondisi tersebut dan negara pesaing sawit Indonesia sangat happy dengan kondisi tersebut, kata Dr Gulat.
Dilansir dari majalah Sawit Indonesia, ide pembentukan BoSI telah digaungkan pertama kali oleh Mutiara Panjaitan, mahasiswa Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada Desember 2024 lalu. Novelty itu ia sampaikan dalam disertasinya setelah melakukan serangkaian penelitian komprehensif.
Kala itu, Dr. Gulat termasuk dari delapan orang Profesor dan Doktor yang menguji novelty BoSI hasil riset Mutiara. Dalam penelitiannya, Mutiara mengidentifikasi tiga permasalahan utama yang dihadapi sektor sawit. Salah satunya terdapat keterlibatan 32 kementerian dan lembaga dalam urusan sawit, yang acap menimbulkan tarik-menarik kepentingan sektoral sehingga mengganggu iklim investasi dan negara tidak menerima manfaat dalam bentuk pemasukan negara yang seharusnya.
"Dari sinilah kilometer nol BoSI menjadi perbincangan semua stakeholder sawit termaauk Kementerian/ Lembaga terkait sawit dan hasil penelitian Mutiara tersebut disampaikan oleh APKASINDO ke Kementerian BAPPENAS/PPN sebagai Kementerian pengampu tentang kebijakan yang langsung dipresentasekan oleh Mutiara dihadapan Menteri BAPPENAS, Prof Dr Ir Rachmat Pambudi, ujar Dr Gulat dari Medan (8/11).

Lebih lanjut Dr Mutiara Panjaitan, SH., M.Kn., MH, pada saat Pemaparan di Kementerian BAPPENAS, mengatakan bahwa BoSI akan menjadi ‘dirigent’ semua terkait sawit, dalam dan luar negeri dengan bersinergi langsung dengan semua stakeholder sawit atau akan menjadi wali data bagi semua pelaku usaha sawit di Indonesia dan global. Dalam perjalanannya juga akan menerapkan mekanisme akuntabilitas dan transparansi serta standar kredibilitas yang tinggi.
“Saya yakin dengan BOSI ini bukan hanya memberi kepastian usaha sektor sawit, tapi juga pemerintah (negara) akan menerima manfaat yang jauh lebih banyak dari saat sekarang ini, terkhusus kepastian data dan pemasukan negara,” kata Mutiara kala itu.
Belum lama ini, Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, juga menyerukan pembentukan lembaga khusus untuk mengurusi sawit, yakni Badan Sawit Nasional. Usulan ini sebagai langkah strategis untuk memperbaiki tata kelola industri sawit yang dinilai masih jauh dari kata ideal.

“Sertifikasi kita masih rendah, perizinan pabrik belum tertata, saling klaim wewenang sektor kehutanan-bukan kawasan hutan dan kebijakan harga belum menjamin kesejahteraan petani sawit,” tegas Yeka dalam peluncuran bukunya yang bertajuk “Sawit: Antara Emas Hijau dan Duri Pengelolaan” di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Menurut Yeka, Badan Sawit Nasional yang diusulkan Ombudsman bakal menjadi lembaga integratif yang menyatukan sekitar 15 instansi yang selama ini menangani sawit secara terpisah, baik di level pusat maupun daerah. Lemahnya koordinasi antar lembaga saat ini, kata dia, telah menyebabkan kerugian besar bagi negara dan petani sawit.
“Lembaga ini akan menjadi rumah bersama bagi data tunggal sawit nasional, sertifikasi, hingga pengawasan mutu produksi,” jelasnya.



Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *