
sawitsetara.co - JAKARTA – Komitmen pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan dan energi tidaklah main-main. Berbagai cara terus dilakukan, salah satunya yakni mendorong integrasi sawit – sapi yang sempat tersendat. Kini integrasi sawit – sapi kembali didorong.
Menananggapi hal tersebut Ketua Umum Gabungan Pelaku dan Pemerhati Sistem Integrasi Sapi-Kelapa Sawit (GAPENSISKA), Joko Irianto menyambut baik jika integrasi sawit – sapi kembali digencarkan.
“Kita sambut baik hal tersebut karena integrasi sawit – sapi selain dapat menyuburkan lahan sawit juga mendorong terwujudnya swasembada daging sapi,” kata Joko kepada sawitsetara.co, Selasa (4/11/2025).

Selain itu, lanjut Joko, penyatuan usaha perkebunan dengan usaha budi daya sapi potong pada lahan perkebunan kelapa sawit juga tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan 105/2014). Kemudian juga tertuang dalam UU No. 18 Tahun 2009 : Tentang peternakan dan kesehatan hewan. Lalu, Permentan No. 96 Tahun 2013 : Tentang pedoman perizinan usaha Perkebunan dan Permentan No, 105 Tahun 2014 : Tentang integrasi usaha perkebunan kelapa sawit dengan usaha budidaya sapi potong. UU No. 39 Tahun 2014 : Tentang perkebunan menjadi instrument penting lainnya dalam mendukung upaya implementasi integrasi sapi sawit serta Inpres No. 6 Tahun 2019 : Tentang rencana aksi nasional perkebunan kelapa sawit berkelanjutan .
“Jadi integrasi sawit -sapi ini ada landasan hukumnya dan tata caranya tinggal mengaplikasikannya,” kata Joko.

Joko pun menerangkan, potensi sistem integrasi sawit – sapi. Jika luas perekebunan kelapa sawit di indonesia mencapai sekita 16 juta hektar, maka jika setiap 4 hektar kebun dapat menampung 1 unit ternak sapi. Apabila 50% lahan perkebunan yang di manfaatkan sebagai lahan penggembalaan maka dapat menampung 2.047 juta ekor ternak sapi potong. “Artinya potensi tersebut memang ada, untuk mewujudkan swasembada daging sapi,” jelas Joko.
Sebab, Joko mengakui, potensi pakan sapi di perkebunan kelapa sawit cukup melimpah. Diantaranya yakni, bBungkil inti kelapa sawit sumber protein yang murah, pelepah daun kelapa sawit bentuk segar atau difermentasi, solid decanter produk samping pengolahan minyak kelapa sawit, dan empulur material batang kelapa sawit dibuat pellett pakan.
“Lebih dari itu, pola integrasi sawit – sapi juga dapat menekan penggunaan bahan pembasmi gulma atau herbisida, mengurangi penggunaan pupuk kimia yang harganya terus melonjak, meningkatkan produksi TBS karena perbaikan struktur tanah oleh kompos dan air kencing ternak, meningkatkan nilai ekonomi produk samping Perkebunan kelapa sawit dan meningkatkan pendapatan peternak sapi di Perkebunan kelapa sawit,” papar Joko.

Namun, Joko mengakui untuk mengaplikasikan integrasi sawit – sapi tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Ada beberapa kendala, dianttaranya yakni kurangnya sumber daya manusia (SDM) peternakan di perkebunan kelapa sawit.
“Jadi jika Perusahaan ingin melakukan integrasi sawit – sapi maka Perusahaan harus merekrut SDM di bidang peternakan,” saran Joko.
Tidak hanya itu harus ada kolaborasi antara Dinas Perkebunan, Peternakan dan akademisi. Hal ini pentting untuk memberikan penyuluhan ke masyarakat bagaimana menerrapkan integrasi sawit sapi di Tingkat petani.
“Sebab di beberapa daerah sudah melakukannya dan berhasil, dianttaranya yakni di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat dan Riau. Didaerah tersebut dengan pola integrasi sawit – sapi, polulasi sapi bertambah dan perkebunannya tumbuh subur,” jelas Joko.
Joko berharap jika pol aini dijalankan minimal setengah dari total luas Perkebunan kepala sawit yang ada, maka bukan tidak mungkin swasembada daging sapi akan terwujud.

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *