
sawitsetara.co - JAKARTA - Indonesia semakin menegaskan komitmennya dalam membangun industri kelapa sawit yang berkelanjutan dan berdaya saing global. Melalui penerapan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) Hulu-Hilir, pemerintah memperluas cakupan sertifikasi keberlanjutan dari sektor perkebunan hingga ke industri pengolahan dan bioenergi.
Langkah ini menandai babak baru bagi industri sawit nasional, menjadikan Indonesia sebagai negara pertama di dunia yang menerapkan sistem sertifikasi sawit berkelanjutan secara menyeluruh dari hulu hingga hilir.
Sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 2011, ISPO telah melalui perjalanan panjang. Awalnya, sertifikasi ini bersifat sukarela bagi perusahaan sawit. Namun, seiring meningkatnya tuntutan pasar global terhadap produk berkelanjutan, pemerintah terus memperkuat regulasinya.

Pada 2015, ISPO mulai bersifat wajib bagi perusahaan sawit, dan pada 2020 melalui Perpres No. 44/2020, kewajiban tersebut juga meluas ke petani sawit. Kini, lewat ISPO Hulu-Hilir 2025, sistem ini tidak hanya menilai tata kelola kebun, tetapi juga menjamin transparansi dan jejak digital (traceability) di seluruh rantai pasok — dari tandan buah segar hingga produk akhir seperti minyak goreng, kosmetik, dan biofuel.
Data Ditjen Perkebunan (Mei 2025) mencatat, total luas kebun sawit Indonesia mencapai 16,38 juta hektare, dengan 6,52 juta hektare (39,8%) telah tersertifikasi ISPO.
Dari luas tersebut 92% (6,03 juta ha) dimiliki oleh perusahaan swasta, 7% (424 ribu ha) oleh perusahaan negara, dan 1% (67 ribu ha) oleh petani sawit mandiri.
Dominasi sektor swasta menunjukkan kemajuan signifikan dalam kepatuhan standar keberlanjutan. Namun, pemerintah juga terus mendorong petani mandiri untuk bertransformasi agar dapat bersaing di pasar global.

Dengan penerapan ISPO Hulu-Hilir, Indonesia tak hanya ingin menepis stigma negatif terhadap sawit, tetapi juga menjadi contoh bagi negara produsen lain dalam mewujudkan industri yang berkeadilan dan ramah lingkungan.
Integrasi data sertifikasi dengan sistem global dan penggunaan teknologi digitalisasi diharapkan dapat memperkuat transparansi, mengurangi praktik deforestasi, dan membuka akses ekspor yang lebih luas ke pasar-pasar berstandar tinggi seperti Uni Eropa.
Lebih dari sekadar kebijakan, ISPO Hulu-Hilir diharapkan menjadi motor pemerataan ekonomi, terutama bagi jutaan keluarga petani sawit yang menggantungkan hidup pada komoditas ini. Dengan penerapan standar keberlanjutan dan digitalisasi rantai pasok, Indonesia menegaskan arah baru industri sawit: bukan hanya hijau secara lingkungan, tetapi juga adil secara sosial dan menguntungkan secara ekonomi.

Dengan langkah strategis ini, Indonesia semakin mantap berdiri di garis depan — menjadi pelopor sawit berkelanjutan dunia.



Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *