sawitsetara.co - Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) kembali terpeleset tajam pada perdagangan Selasa (7/10/2025), mengikuti arus tekanan jual besar-besaran di pasar komoditas global. Penurunan ini terjadi setelah harga minyak mentah dunia ambles, ditambah pelemahan serentak di pasar minyak nabati pesaing yang membuat investor kehilangan arah.
Mengutip data Reuters, kontrak acuan CPO untuk pengiriman Desember 2025 di Bursa Malaysia Derivatives Exchange anjlok MYR 75 atau 1,71%, menyentuh level MYR 4.316 per metrik ton (sekitar US$ 1.023,96) pada jeda perdagangan siang. Koreksi tajam ini menghapus seluruh keuntungan yang diraih pada sesi perdagangan sebelumnya, memperlihatkan betapa rapuhnya sentimen di pasar minyak nabati saat ini.
Pukulan terbesar datang dari pasar minyak mentah global. Harga minyak dunia merosot lebih dari 1% setelah Arab Saudi secara mengejutkan memangkas harga jual resmi (OSP) untuk pasar Asia. Keputusan negara eksportir minyak terbesar itu memicu kekhawatiran akan melemahnya permintaan global di tengah kondisi ekonomi yang melambat.
“Langkah Arab Saudi ini mengirim sinyal bahwa permintaan dari Asia wilayah konsumen terbesar sedang melemah. Dampaknya langsung terasa di seluruh pasar komoditas, termasuk sawit,” ujar salah satu analis komoditas di Kuala Lumpur.
Keterkaitan sawit dengan pasar energi memang sangat erat. Ketika harga minyak mentah turun, minat untuk mengolah sawit menjadi biodiesel otomatis menurun karena margin produksinya menjadi tidak menarik. Hal inilah yang mendorong investor melepas posisi mereka di pasar CPO.
Tekanan terhadap harga CPO semakin berat karena penurunan harga di komoditas nabati lain seperti minyak kedelai dan minyak canola. Di Bursa Komoditas Dalian, China, kontrak minyak kedelai teraktif tercatat turun 1,5%, sementara minyak sawit di bursa yang sama terjun 1,8%. Kondisi ini menandakan lemahnya permintaan global terhadap minyak nabati secara keseluruhan.
“Pasar sedang cemas menjelang rilis data dari Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) pekan ini. Data stok, produksi, dan ekspor September akan menjadi kunci arah harga berikutnya,” kata seorang pialang dari Kuala Lumpur.
Menurutnya, pelaku pasar kini lebih memilih bersikap defensif sambil menunggu kepastian arah dari data fundamental tersebut.
Di tengah tekanan yang masif, pelemahan ringgit Malaysia terhadap dolar AS sedikit meredam kejatuhan harga sawit. Dengan ringgit yang lebih lemah, harga CPO menjadi relatif lebih murah bagi pembeli luar negeri, terutama bagi negara-negara importir besar seperti India, Tiongkok, dan Uni Eropa.
Namun, analis menilai efek dukungan dari pelemahan mata uang ini hanya bersifat sementara. Selama sentimen eksternal masih negatif, terutama dari sisi energi dan permintaan global, harga CPO masih berisiko melanjutkan tren turun dalam jangka pendek.
Industri sawit kini berada dalam tekanan berlapis mulai dari fluktuasi energi global, kompetisi harga minyak nabati, hingga ketidakpastian permintaan. Kondisi ini membuat pelaku pasar dan eksportir harus berhati-hati dalam menetapkan strategi penjualan.
“Pasar CPO sedang mencari keseimbangan baru. Jika data MPOB nanti menunjukkan kenaikan stok dan penurunan ekspor, harga bisa jatuh lebih dalam,” kata seorang trader senior di Singapura.
Hingga kini, pelaku industri masih berharap bahwa permintaan dari India dan China dapat menopang harga, setidaknya menjelang musim perayaan akhir tahun yang biasanya meningkatkan konsumsi minyak nabati.kepastian arah dari data fundamental tersebut.
Tags:
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *