KONSULTASI
Logo

Guru Besar ITB: Bukan Lahan Petani Sawit yang Ditertibkan, Tapi Kawasan Hutan yang Harus ‘Dibenerin’

9 Oktober 2025
AuthorHendrik Khoirul
EditorDwi Fatimah
Guru Besar ITB: Bukan Lahan Petani Sawit yang Ditertibkan, Tapi Kawasan Hutan yang Harus ‘Dibenerin’

Sawitsetara.co – JAKARTA – Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, M.Sc., menyoroti upaya pemerintah menertibkan tata kelola kawasan hutan dan menindak kebun atau lahan kelapa sawit ilegal. Prof. Sudarsono menilai seharusnya yang dibenahi adalah kawasan hutan itu sendiri, bukan malah menertibkan pihak lain.

“Menurut saya, Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) judulnya sudah benar. Tetapi, sayangnya dalam pelaksanaannya yang ditertibkan malah lahan lain yang terindikasi masuk dengan menganggap bahwa kawasan hutan itu sudah benar. Justru ini yang salah, di Indonesia itu tata batas kawasan hutannya belum benar,” kata Prof. Sudarsono.

Pernyataan itu disampaikan Prof. Sudarsono saat berbincang dengan Pemimpin Redaksi Majalah Sawit Indonesia, Qayuum Amri, dalam siniar yang di YouTube, Rabu (8/10/2025). Seperti diketahui, belakangan timbul polemik setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 tahun 2025 pengubah PP No.24/2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan PNBP.

Adapun regulasi yang diteken pada September lalu ini sejatinya diharapkan menjadi solusi bagi jutaan hektare perkebunan sawit yang terlanjur berada di kawasan hutan tanpa izin. Salah satu poin yang menjadi sorotan dalam aturan yang dinilai berpolemik tersebut adalah besaran denda Rp25 juta per hektare per tahun yang dinilai amat memberatkan.

Lomba Cipta Mars  HUT Apkasindo

Pemerintah sebenarnya memiliki tujuan baik untuk menertibkan tata kelola kawasan hutan dan menindak kebun atau lahan tambang ilegal. Namun, di lapangan, petani justru merasa tidak nyaman dan ketakutan. Prof. Sudarsono mengungkapkan bahwa ia menerima banyak keluhan dari para petani sawit yang ditindak Satgas PKH.

“Meskipun pemerintah berjanji melindungi petani, kenyataannya masih banyak petani yang terkena dampak penertiban tersebut,” katanyaa.

Menurut Prof. Sudarsono, masalah utama terletak pada belum jelasnya tata batas kawasan hutan. Banyak lahan yang sudah digarap masyarakat sejak sebelum kemerdekaan, bahkan ada yang telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), tiba-tiba masuk dalam kawasan hutan berdasarkan penetapan tata batas. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan masyarakat.

Prof. Sudarsono menekankan bahwa hak-hak masyarakat harus dihormati. Jika tata batas tidak jelas dan hak-hak masyarakat tidak diakui, maka kawasan hutan itu sendiri yang seharusnya dianggap tidak memiliki kekuatan hukum. Namun, dalam praktiknya, masyarakat justru dianggap melanggar kawasan hutan.

“Petani dianggap sebagai pelanggar kawasan hutan, padahal harusnya kawasan hutannya dulu yang dibenerin,” kata Prof. Sudarsono, menekankan.

Tags:

Peraturan Pemerintah no 45

Berita Sebelumnya
IEU-CEPA Buka Jalan Ekspor Sawit Indonesia ke Pasar Eropa

IEU-CEPA Buka Jalan Ekspor Sawit Indonesia ke Pasar Eropa

Menteri Perdagangan Budi Santoso menyampaikan bahwa Uni Eropa mulai melonggarkan sikapnya terkait larangan impor sejumlah komoditas pertanian, seperti kelapa sawit, kakao, kopi, kedelai, karet, dan kayu yang sebelumnya dinilai memicu deforestasi. Larangan tersebut sempat diatur dalam regulasi Uni Eropa bertajuk European Union Deforestation Regulation (EUDR).

| Berita

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *