KONSULTASI
Logo

Biodiesel B50, Antara Harapan dan Ancaman bagi Industri Sawit Nasional

20 Oktober 2025
AuthorHendrik Khoirul
EditorDwi Fatimah
Biodiesel B50, Antara Harapan dan Ancaman bagi Industri Sawit Nasional
HOT NEWS

sawitsetara.co – JAKARTA – Pemerintah tengah mempertimbangkan penerapan kebijakan biodiesel B50 pada tahun 2026. Namun, keputusan ini menuai kekhawatiran dari berbagai pihak. Guru Besar IPB University, Prof. Bayu Krisnamurthi, bahkan memperingatkan bahwa kebijakan tanpa perhitungan matang berpotensi merugikan sektor sawit nasional.

“Sudah sejak beberapa tahun ini, Indonesia bukan hanya stagnan produksi sawit tapi juga stagnan investasi karena kebijakan yang tidak menentu,” ungkapnya dalam Forum Focus Group Discussion (FGD) di Jakarta pada Jumat (17/10/2025).

Menurut kajian Pranata Universitas Indonesia (UI), kenaikan B40 ke B50 berpotensi meningkatkan beban subsidi, menekan ekspor, dan menaikkan harga minyak goreng. Analisis tersebut juga menunjukkan bahwa kebutuhan produksi domestik diperkirakan harus naik hingga 59 juta ton per tahun, sementara produksi 2025 hanya diproyeksikan 49,5 juta ton.

“Ketimpangan ini berpotensi mengganggu pasokan dalam negeri dan menekan ekspor. Itu akan menjadi genta kematian bagi industri sawit Indonesia,” kata Bayu.

Simulasi menunjukkan potensi penghematan devisa impor solar, namun potensi kehilangan devisa akibat penurunan ekspor CPO bisa mencapai ratusan triliun rupiah. Kondisi ini dapat memperlemah neraca perdagangan dan stabilitas nilai tukar rupiah. Kenaikan mandatori biodiesel B50 juga berdampak pada harga domestik, dengan perkiraan kenaikan harga minyak goreng dan TBS.

“Kita perlu keseimbangan antara target energi, ekspor, dan kesejahteraan petani. Sawit Indonesia ini luar biasa kuat, tidak mungkin kalah, kecuali kalau kita sendiri yang membuatnya kalah,” ujar Bayu.

Dampak terberat diperkirakan akan dirasakan oleh petani swadaya. Pranata UI merekomendasikan agar seluruh pemangku kepentingan mempertimbangkan kapasitas produksi sawit nasional, daya saing ekspor, dan kesejahteraan petani.

Komisioner KPPU dan Peneliti Sawit, Dr. Eugenia Mardanugraha, menambahkan bahwa kenaikan mandatori biodiesel mendorong kenaikan harga CPO internasional, yang pada akhirnya mengikis daya saing sawit terhadap minyak nabati lain.

“Harga CPO yang kerap melampaui minyak nabati pesaing, bahkan hingga lebih dari USD 100 per ton, mengikis posisi sawit sebagai minyak nabati termurah di dunia,” kata dia.

Peningkatan porsi biodiesel di tengah tren global menuju teknologi otomotif dan pembangkit non-mesin bakar dipertanyakan.

Bayu meragukan urgensi kebijakan ini dan menekankan pentingnya kebijakan biodiesel yang lebih adaptif dan berbasis data. Indonesia berisiko kehilangan sebagian keuntungan dagang dan kendali harga global akibat kebijakan yang kurang mempertimbangkan dinamika pasar internasional.


Berita Sebelumnya
Cetak Generasi Sawit Berkelanjutan, FPSI Gelar Sosialisasi di Politeknik Aceh Selatan

Cetak Generasi Sawit Berkelanjutan, FPSI Gelar Sosialisasi di Politeknik Aceh Selatan

Forum Pemuda Sawit Indonesia (FPSI) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Politeknik Aceh Selatan menggelar kegiatan Sosialisasi FPSI dengan mengusung tema “Membangun Generasi Muda Sawit yang Inovatif dan Berkelanjutan”, Sabtu (18/10) di Aula Politeknik Aceh Selatan, Tapaktuan.

19 Oktober 2025 | Edukasi

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *