KONSULTASI
Logo

Bahlil: Sawit Papua Penting untuk Kejar Target B50 dan Swasembada Energi

17 Desember 2025
AuthorHendrik Khoirul
EditorDwi Fatimah
Bahlil: Sawit Papua Penting untuk Kejar Target B50 dan Swasembada Energi
HOT NEWS

sawitsetara.co - JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto membuka peluang pengembangan penanaman kelapa sawit di Papua sebagai bagian dari strategi nasional penguatan bahan bakar nabati. Kebijakan ini ditempatkan dalam kerangka besar upaya pemerintah mencapai swasembada energi dengan mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya energi dalam negeri, baik berbasis fosil maupun energi terbarukan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan, rencana tersebut sejalan dengan arahan Presiden yang menekankan pentingnya diversifikasi sumber energi nasional. Menurutnya, konsep swasembada energi yang dicanangkan pemerintah tidak bisa hanya bertumpu pada minyak dan gas bumi, tetapi juga harus diperkuat melalui energi berbasis nabati.

“Swasembada energi yang ditekankan oleh Bapak Presiden itu tidak hanya bertumpu pada energi fosil, tetapi juga pada penguatan energi berbasis nabati,” kata Bahlil di Jakarta, Selasa (16/12/2025).

Sawit Setara Default Ad Banner

Ia menjelaskan, salah satu instrumen utama dalam penguatan energi nabati adalah program mandatori biodiesel yang selama ini terus ditingkatkan secara bertahap. Saat ini pemerintah telah menjalankan B40 dan tengah mempersiapkan langkah menuju B50.

“Kalau kita bicara B40 atau B50, itu kan campuran FAME. FAME itu berasal dari sawit atau CPO yang dicampur dengan solar,” ujar Bahlil.

Dengan target peningkatan mandatori biodiesel hingga B50, konsekuensi yang tidak terhindarkan adalah meningkatnya kebutuhan bahan baku minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dalam jumlah signifikan. Kondisi ini, menurut Bahlil, harus diantisipasi sejak dini agar pasokan bahan baku tetap terjaga dan tidak mengganggu keseimbangan industri nasional.

Di sisi lain, ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan bakar minyak (BBM), khususnya bensin, masih tergolong tinggi dan menjadi beban serius bagi anggaran negara. Oleh karena itu, pemerintah tidak hanya fokus pada biodiesel, tetapi juga menyiapkan penguatan mandatori bioetanol sebagai substitusi bensin.

Pemerintah, lanjut Bahlil, tengah menyiapkan peta jalan pengembangan bioetanol secara bertahap, mulai dari E10, E20 hingga E30. Etanol tersebut bersumber dari berbagai komoditas pertanian dalam negeri.

“Etanol itu dari mana? Dari singkong, jagung, kemudian tebu dan berbagai bahan baku lainnya. Saya pikir Papua merupakan salah satu wilayah yang berpotensi menjadi basis produksi bahan baku etanol,” kata Bahlil.

Sawit Setara Default Ad Banner

Sebelumnya, Presiden Prabowo telah mengungkapkan rencana strategis pemerintah untuk mencapai swasembada energi, terutama di wilayah-wilayah terpencil dan tertinggal seperti Papua. Menurutnya, ketergantungan daerah terhadap pasokan energi dari luar harus dikurangi secara bertahap melalui produksi energi berbasis potensi lokal.

Salah satu skema yang disiapkan pemerintah adalah pengembangan kelapa sawit untuk menghasilkan bahan bakar minyak nabati berbasis CPO. Skema ini diharapkan mampu menciptakan kemandirian energi sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

“Nanti kita berharap di daerah Papua pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan BBM dari kelapa sawit,” ujar Prabowo dalam rapat di Istana Negara, Jakarta.

Prabowo menilai, Papua memiliki potensi energi yang sangat besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, Kementerian ESDM bersama kementerian terkait telah diminta menyusun perencanaan agar masyarakat Papua dapat menikmati hasil produksi energi dari wilayahnya sendiri.

Selain pengembangan sawit, pemerintah juga mendorong penanaman tebu dan singkong sebagai bahan baku bioetanol. Diversifikasi komoditas ini dinilai penting untuk memastikan ketersediaan bahan baku energi nabati sekaligus memperkuat sektor pertanian nasional.

Dalam jangka menengah, Prabowo menargetkan seluruh daerah di Indonesia mampu berdiri di atas kaki sendiri melalui swasembada pangan dan swasembada energi. Menurutnya, strategi tersebut tidak hanya memperkuat ketahanan nasional, tetapi juga berpotensi menghemat anggaran negara dalam jumlah besar.

“Setiap tahun kita mengeluarkan ratusan triliun rupiah untuk impor BBM. Nilainya mencapai Rp 520 triliun,” ungkap Prabowo.

Ia memperkirakan, jika impor BBM dapat ditekan hingga 50%, negara berpotensi menghemat sekitar Rp 250 triliun per tahun. Dana tersebut, kata Prabowo, dapat dialihkan untuk memperkuat pembangunan daerah, sehingga setiap kabupaten berpeluang memperoleh tambahan anggaran hingga Rp 1 triliun.

Selain mengandalkan bioenergi, pemerintah juga terus mendorong pengembangan energi terbarukan lainnya, seperti tenaga surya dan tenaga air. Teknologi panel surya dinilai semakin terjangkau dan efektif untuk menjangkau wilayah terpencil, sementara pembangkit listrik tenaga air skala kecil dapat dikembangkan sesuai potensi lokal masing-masing daerah.

Dengan kombinasi bioenergi dan energi terbarukan, pemerintah optimistis target swasembada energi nasional dapat dicapai secara bertahap, sekaligus mendorong pemerataan pembangunan hingga ke wilayah timur Indonesia.


Berita Sebelumnya
HUT ke-25, Petani Sawit: APKASINDO Beri Dampak Besar Bagi Petani Kecil di Daerah-daerah

HUT ke-25, Petani Sawit: APKASINDO Beri Dampak Besar Bagi Petani Kecil di Daerah-daerah

Berdiri sejak 25 tahun lalu, tepatnya pada 28 Oktober 2000, hari ini Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) genap memasuki tahun perak. Salah satu organisasi tani terbesar di Tanah Air ini telah menjadi jembatan antara petani sawit dan pemerintah untuk memperjuangkan kepentingan petani sawit.

| Berita

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *