
sawitsetara.co – JAKARTA – Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengingatkan bahwa pelaku industri pangan akan berebut bahan baku dengan industri energi juga dengan eksportir.
Hal ini bukanlah tanpa sebab. Berebutnya bahan baku karena saat ini pemerintah akan mendorong program biodiesel 40 persen berbahan baku dari sawit atau dikenal dengan B40 menjadi B50 di awal tahun 2026.
Sementara itu industri pangan juga membutuhkan bahan baku yang lebih besar seiring meningkanya propulasi manusia.
Belum lagi meningkatnya kebutuhan sawit dari negara luar. Seperti diketahui belum lama ini pemerintah Indonesia berhasil meraih kemenangan penting dalam sengketa perdagangan melawan Uni Eropa (UE) terkait penerapan bea imbalan/countervailing duties terhadap impor produk biodiesel dari Indonesia, atau dikenal dengan Sengketa DS618. Panel Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) pada Jumat, (22/8).

“Artinya untuk menjawab semua itu harus ada peningkatan produksi sawit agar dapat memenuhi semua kebutuhan, baik untuk pangan, energi dan ekspor,” jelas Nailul Huda selepas diksusi Forum Wartawan Pertanian (Forwatan).
Dalam hal ini, lanjut Nailul Huda, ini peremajaan sawit rakyat (PSR) menjadi solusi dalam mengatasi perebutan bahan baku dalam hal ini sawit.
Sebelumnya, Direktur Utama PTPN IV PalmCo Jatmiko Santosa pun mengakui bahwa PSR menjadi kunci ketahanan pangan dan energi nasional, yang dapat diwujudkan melalui kolaborasi bersama antara perusahaan, petani dan pemerintah.
Selain itu, Jatmiko juga menungkapkan bahwa PSR juga sebagai kunci dalam menjaga daya saing sekaligus kontribusi bagi ketahanan pangan dan energi, serta mengajak semua pihak berkolaborasi memperkuat inisiatif tersebut secara berkelanjutan.
Menurut Ketua Bidang Perkebunan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), R. Azis Hidayat, produksi sawit dalam lima tahun terakhir cenderung stagnan dan menurun. Salah satu biangnya adalah rendahnya tingkat peremajaan pohon sawit yang sudah tidak produktif.
Azis pun mengungkapkan, berdasarkan data tahun 2017, terdapat sekitar 2,8 juta ha tanaman tua yang seharusnya sudah diremajakan. Dia memperkirakan, pada tahun 2025 ini, luasannya telah meningkat menjadi lebih dari 3 juta ha.
“Ini harus kita update data yang masuk tanaman tua yang harus diremajakan. Karena realisasi dari PSR (Peremajaan Sawit Rakyat) pun juga masih kecil,” kata Azis.


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *