
sawitsetara.co - PEKANBARU - Dalam sesi story talkshow Sawit Creator Academy 2025 yang ditaja oleh APMI, Ketua Umum DPP APKASINDO Dr. Gulat ME Manurung, MP.,C.IMA, C.APO menguraikan kondisi terkini sektor sawit yang menurutnya berada pada “titik genting” disaat bersamaan kebijakan energi, kerusakan kebun rakyat, hingga roh tata kelola yang bergeser.
Dalam sesi tersebut, Gulat memulai paparannya dengan menyoroti kebijakan percepatan mandatori biodiesel B50 hingga B100. Ia menyebut bahwa kebijakan ini merupakan peluang bukan ancaman dengan syarat ketentuan berlaku dan berpotensi menjadi bumerang jika dipaksakan tanpa memperhitungkan kapasitas produksi CPO nasional.
“Syarat dan ketentuan wajib berlaku jika B50 tetap diberlakukan pada tahun 2026. Syarat dan ketentuan tersebut antara lain adalah pacu PSR, siapkan dana sarpras untuk kebun sawit non PSR,” ujar Dr Gulat.
Berdasarkan simulasi yang ia lakukan, program biodiesel akan menyerap hingga 19 juta ton CPO, sehingga berpotensi memangkas ekspor secara drastis. Dampaknya, penerimaan negara yang dihimpun melalui BPDP akan turun secara derastis.
“Kalau ekspor hilang karena mayoritas disedot ke biodiesel, kalian tidak dapat beasiswa lagi. Bubarlah BPDP,” tegasnya di depan mahasiswa beasiswa SDM Sawit dari berbagai kampus.

Gulat menekankan dukungannya terhadap kebijakan energi terbarukan, namun mengkritik pendekatan yang hanya mengejar target angka tanpa memperhitungkan kemampuan produksi dan ketersediaan bahan baku di sektor hulu.
Dr Gulat kemudian memaparkan kondisi lapangan yang menurutnya jauh lebih mengkhawatirkan dibanding narasi optimistis pemerintah. Dari 3,4 juta hektare kebun sawit yang sudah disita Satgas PKH, sekitar 830 ribu hektare telah selesai diserahkan ke PT Agrinas Palma Nusantara. Namun, yang mengejutkan, sekitar 509 ribu hektare di antaranya masuk kategori rusak (berat, sedang, ringan) dan 323 ribu hektar un-planted.
“Kebun rusak yang 509 ribu hektar tersebut setelah kami telusuri ternyata mayoritas berasal dari kebun petani sawit (sawit rakyat) yang disita Satgas, padahal laporan ke publik bahwa semua yang disita adalah berasal dari korporasi,” ujar Dr Gulat.
Akibat kerusakan kebun sitaan dan menurunnya produktivitas kebun sawit rakyat secara keseluruhan, Indonesia berpotensi kehilangan 5 juta ton CPO tahun 2025 ini.
“Jika hal ini terus dibiarkan, Indonesia bahkan bisa mengalami defisit 1,2 juta ton CPO dan menjadi importir CPO,” tegas Dr Gulat dihadap lima kampus mitra SDM Sawit.
Anomali yang tidak biasa justru terjadi saat ini, biasanya jika persentase bauran biodiesel dinaikkan maka harga CPO akan naik dan terdongkraklah harga tandan buah segar (TBS), tapi saat ini malah terus merosot meskipun harga serapan CPO secara global relatif stabil. Penurunan harga TBS saat ini sudah menyentuh Rp 800-1.250/kg, sesuatu yang tidak masuk akal.
Tags:



Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *