sawitsetara.co – PANGKAL PINANG – Dalam upaya aktif untuk hilirisasi petani sawit khususnya di kepulauan Bangka Belitung, Ketua DPW Apkasindo Bangka Belitung (BABEL) belajar ke pabrik mini minyak goreng atau biasa disebut Pamigo di Bangka Induk, Kepulauan Bangka Belitung pada hari Kamis tanggal (24/08/2023).
Dalam tinjauan ini, Sahurudin didampingi oleh Sekjen Jamaludin, Dewan Pembina Apkasindo Bangka Induk yaitu Arlan, pengurus harian DPD Bangka Barat, bahkan ada staf dari DPW Apkasindo Papua.
Sahurudin yang memimpin rombongan kunjungan pembelajaran ini menjelaskan tujuan kunjungan ini untuk memahami tidak hanya proses pamigo, tapi juga potensi pasar dan dampak langsung untuk mendongkrak kesejahteraan petani sawit di sekitarnya.
Melihat dari hasil produksi Pamigo yang dikunjungi, minyak mentah yang dihasilkan memiliki tingkat keasaman lebih tinggi dari pada Crude Palm Oil (CPO) sehingga sering di sebut sebagai HACPO atau High Acid Crude Palm Oil.
Tingkat keasaman HCPO tersebut saat ini mencapai 18-20%, mengalami peningkatan dari angka sebelumnya 16-20%. Meskipun demikian, produk HACPO ini masih berjalan dan sudah ada pembeli dari grup Sinarmas yang tertarik dengan produk ini.
“Jadi, dilapangan memang Pamigo ini terbukti membuka peluang untuk meningkatkan kerja sama antara pabrik kelapa sawit (PKS) dalam rangka saling mendukung dan berkoordinasi. Dengan adanya hubungan yang baik dan koordinasi yang tepat, diharapkan dapat terjalin sinergi yang positif di antara semua pihak tanpa adanya kesalahpahaman atau hambatan yang menghambat kerjasama,“ ujar Saharudin
Dari aspek biaya, untuk membangun Pamigo tersebut dibutuhkan biayaa kurang lebih Rp. 600 juta, itu tidak termasuk biaya bangunan gedung. Menurut Saharudin, angka ini masih terjangkau untuk petani apalagi dalam bentuk kelembagaan.
Jika ada petani memiliki Pamiago ini, maka harga tandan buah segar (TBS) petani akan semakin bersaing karena yang membeli tidak hanya PKS yang mematok harga seenaknya. Bahkan petani pun jadi setara dengan PKS secara posisi.
“Bahkan Pamigo ini kedepannya memiliki kemampuan untuk bersaing dan meningkatkan kualitas HCPO, serta meningkatkan volume produksi HCPO itu sendiri. Hal ini memungkinkan kami, petani sawit, untuk memasarkan produk ini secara independen di masa depan,” ungkap Sahurudin
“Kami berkomitmen untuk terus berinovasi dalam hasil pengolahan HCPO, termasuk potensi pemurnian dan kerjasama dengan perusahaan lain guna menghasilkan produk turunan HCPO yang beragam,” jelasnnya.
Salah satu ide yang dipertimbangkan adalah mengolah HCPO menjadi produk-produk seperti pengurangan asam atau pengelolaan limbah hasil produksi.
“Selain itu, kami merencanakan pengolahan dari inti buah kelapa sawit (nut) menjadi kernel dan cangkang yang dapat kami jual secara terpisah,” kata Sahurudin.
Ini menunjukan bahwa petani sawit juga bisa turun menjadi pemain di hilir dan melakukan mekanisme market. Hanya perlu dukungan semua pihak, baik secara pengetahuan, dana, dan dukungan peraturan oleh pemerintah.
Ini berarti petani sawit bisa sejahtera tanpa harus merengek dan bergantung dengan PKS, tapi bermitra dan bekerjasama.
Jur : Raihanatul
Red : Maria Pandiangan