sawitsetara.co – MALANG – Sepanjang perjalanan menuju Kecamatan Gedangan Kabupaten Malang, tampak hamparan luas kebun tebu yang dikelola oleh petani. Demikian juga perjalanan menuju Desa Giri Mulyo yang masih dibawah administrasi Kecamatan Gedangan, bertingkat umur tanaman tebu dan sebagian ada hamparan luas yang gundul karena tebunya usai dipanen.
Tujuan perjalanan panjang tim DPP APKASINDO bersama Kru Ruwet Tv adalah perkebunan sawit rakyat di Desa Giri Mulyo.
Seakan tidak percaya, dalam perjalanan tampak hamparan perkebunan tebu mulai berganti dengan hamparan kebun sawit rakyat dan tampak TBS diletak dipinggir jalan desa, paling tidak ada dua desa sepanjang perjalanan tampak hamparan kebun sawit.
Memang jauh berbeda dari idealnya penampilan kebun sawit rakyat di Kecamatan Gedangan ini, sepertinya kurang terawat dan jarak tanam tidak teratur sebagaimana mestinya.
Tiba di rumah petani sawit tepatnya di Desa Giri Mulya, Tim DPP APKASINDO antara lain, Ketua Umum DPP APKASINDO, Dr. Gulat ME Manurung, Ir. Amin Nugroho Perwakilan APKASINDO Kalimantan Selatan dan Suhendrik Perwakilan APKASINDO Kalimantan Utara.
Tampak juga tim kru dari Ruwet Tv sedang mempersiapkan peralatan rekaman dan perlengkapan lainnya untuk meliput dialog antara APKASINDO dengan petani sawit Desa Giri Mulya.
Dr. Gulat ME Manurung, ketika ditanya sawitsetara.co mengatakan bahwa kunjungan ke Desa Giri Mulyo ini dalam rangka melihat kondisi sosial ekonomi dan agronomis dari perkebunan sawit rakyat yang dibingkai dalam program kampanye sawit baik yanh didukung penuh oleh BPDPKS.
“Mengapa di Desa Giri Mulyo ? Karena memang cukup unik ada kebun sawit diantara ribuan hektar kebun tebu, tentu akan berbeda kisahnya,” kata Gulat.
Gulat mengatakan sempat shock melihat kondisi tanaman sawit yang kurang terawat, pohon sawit banyak yang “istrahat berbuah”, sama sekali tidak pernah dipupuk dan jarak tanam yang terlampau rapat.
“Melihat tanamannya sepertinya umur nya antara 14-18 tahun dan pengakuan petaninya juga demikian tahun tanam 2007-2010. Melihat kondisi ini memang gak ada pilihan harus di replanting” ujar Gulat.
Namun yang menarik kata Gulat, ketika ditanya ke Petani yang rata-rata juga petani tebu mengatakan bahwa berkebun sawit masih lebih menjanjikan dibanding berkebun tebu.
“Bayangkan dengan hasil rata-rata hanya 600-800 kg perhektar per bulan saja sudah menguntungkan bagi petani yang rerata kepemilikan petani hanya 0,5-1,0 ha per KK. Harga per kg pun hanya Rp1.100-1.500 per kg, tapi sudah menguntungkan bagi petani sawit. Ini cukup menarik untuk dikaji lebih jauh, apakah jika di replanting (PSR) masih memungkinkan bagi satu-satunya PKS penerima TBS petani ini?. PKS tersebut berada di Blitar, dengan jarak tempuh 3-5 jam dan harga beli TBS di PKS tersebut rerata Rp1.800-2000 per kg. Tentu harus kami cek dulu kondisi PKS, kecukupan pasokan TBS dan apakah PKS nya mau dimitrakan dengan petani di Kecamatan Gedangan yang informasinya luasnya antara 150-800 hektar. Tentu informasi ini sangat diperlukan jika ingin merencanakan PSR, ujar Gulat.
Memang ada alternatif lain selain bergantung ke PKS di Blitar, yaitu mendirikan UKMK Pabrik Mini Minyak Goreng dari dana Sawit BPDPKS, karena jika kecukupan luasnya mencapai minimum 1.000 hektar tentu patut kami usulkan dan merekomendasikan ke BPDPKS dan Kementan untuk di PSR kan kebun sawit saat ini, papar Gulat disesi diskusi di rumah salah seorang petani sawit yang sekaligus pedagang pengumpul TBS masyarakat.
Namun secara umum saya melihat dan mengamati rerata rumah penduduk yang ada usaha kebun sawitnya sedikit lebih baik dibandingkan yang hanya berkebun tebu saja.
“Jadi adalah benar memang sawit itu baik dan mendukung tiga dimensi pokok keberlanjutan, yaitu dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan” kata Gulat.
Jur: Ningrum
Red: SS06