sawitsetara.co – JAKARTA – Sangat jarang terdengar Doktor Hukum Bidang Kekhususan Agraria, sehingga tidak heran yang ‘bengkok’ selama ini terbiarkan. Namun kampus perjuangan ini telah menyumbang seorang Doktor ditengah kelangkaannya, Syaiful Bahari Doktor Program Studi Hukum pada Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI) dengan predikat Cumlaude (24/09).
Proses Ujian Terbuka berjalan dengan penuh khidmat, Dimana acara diawali pernyataan dan pesan singkat Prof. Dr. Pieris SH.MH.MS sebagai Promotor. Ujian Promosi Doktor di uji oleh Dr. Aartje Tehupelory SJ. MH Kordinator Promotor 1. Dr. Diana R.W. Napitupulu SH. M.Kn Kordinator Promotor II, Prof. Dr. H. Acmad Sodki SH, Dr. Drs. Manuel Kalslepolespo. SIP. MH dan Dr. Maruarar Siahaan SH.
Hadir pada ujian terbuka tersebut dari kalangan petani sawit, seperti Mayjen TNI (Purn) Erro Kusnara (Pembina APKASINDO), Dr. Tri Chandra Aprianto (Dewan Pakar DPP APKASINDO), Dr. Gulat ME Manurung (Ketum DPP APKASINDO), Dr. Rino Afrino (Sekjend DPP APKASINDO) dan puluhan perwakilan kelembagaan terkait agraria.
Dalam pembacaan hasil Yudisium oleh Ketua Sidang Prof.Dr. Dhaniswara K. Harjono, SH. MH.,MBA menegaskan bahwa Promovendus Syaiful Bahari dengan mengangkat Judul desertasi “Hak menguasai negara dalam konfigurasi politik hukum agraria di Indonesia Kosentrasi” dinyatakan lulus dengan Indeks Kumulatif 3.96 Predikat Cumlaude dan menjadi lulusan Doktor ke 24 yang dihasilkan Program Studi Hukum Program Doktor dan lulusan Doktor ke 46 di Universitas Kristen Indonesia.
“Kiranya pencapaian gelar Doktor hari ini memberikan kesuksesan baik kepada Dr. Syaiful Bahari, SH,. MH sendiri, keluarga, dan bagi bangsa dan negara,” ujar Dhaniswara kembali.
Pada kesempatan tersebut, dengan percaya diri, Dr.Syaiful Bahari, SH,. MH mengatakan “hak menguasai negara itu sesuatu yang sangat penting bukan hanya dalam konsep pembangunan agraria, tetapi juga dalam sisi kehidupan bangsa”.
Dalam perjalannya terkait hak menguasai negara telah bergeser “Tujuan utama dari Hak menguasai Negara menurut pasal 33 ayat 3 UUD 1945 ditujukan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat tetapi dalam prakteknya sekarang fakta yang berbeda bahwa hak menguasai negara justru digunakan sebagai instrumen penguasaan tanah-tanah dalam jumlah besar baik yang ada di sektor perkebunan, maupun yang ada di sektor hutan oleh negara tapi digunakan untuk peruntukan tidak dalam konteks kemakmuran rakyat dan minim sekali kepada masyarakat kecil, pengakuan kepada hak penguasaan masyarakat menjadi terabaikan,” tegas Dr.Syaiful.
Bicara masalah pertanahan Syaiful melihat hingga saat ini justru berbalik arus, yang mana seharusnya dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan kemudian perumusan dalam UU Pokok Agararia tahun 1950 yang intinya adalah bagaimana Keadilan sosial dibetuk melalui pembangunan Agararia untuk menuju kemakmuran rakyat dalam arti keseluruhan.
“Sehingga makna kemerdekaan Negara Republik Indonesia dalam konteks Agararia itu menjadi hilang,” kata Dr.Syaiful
Doktor ini berharap untuk pemerintah saat ini dan yang akan datang ini menjadi PR besar kenapa masalah Agraria ini menjadi suatu warisan terus menerus. Dari pemerintahan Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi, ini tidak pernah tuntas dan tidak pernah selesai.
Jadi perlu ada terobosan yang luar biasa untuk mendekontruksikan itu semua disinilah kemudian bagaimana negara hadir untuk menterjemahkan dan untuk melaksanakan pasal 33 ayat 3.
“Untuk itulah saran saya mengaudit secara keseluruhan tanah tanah yang di kuasai negara supaya kita lebih jelas bisa menjalankan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 khususnya di pasal 2 “ berkewajiban untuk kemakmuran Rakyat,” pungkasnya.
Jur: Ningrum