sawitsetara.co – JAKARTA – Produk sawit dan turunannya akan tetap memiliki pangsa pasar yang tinggi. Tidak hanya untuk pasar ekspor, bahkan permintaan untuk memenuhi pasar dalam negeri juga menujukan pertumbuhan yang positif dan peningkatan.
Selama periode tahun 2005 hingga 2015, permintaan minyak sawit tumbuh stabil pada kisaran 11%, dan mengalami penurunan menjadi 8,75% sepanjang tahun 2016 hingga 2020. Sedangkan untuk konsumsi dalam negeri, permintaan minyak sawit juga mengalami fluktuasi, tumbuh sebesar 11,7% pada periode 2005 hingga 2010, dan mengalami penurunan menjadi 7,5% pada periode 2020 hingga 2022.
“Namun demikian, secara umum perspektif permintaan minyak sawit akan tetap positif dan kompetitif dengan sejumlah persyaratan dan dukungan dari kebijakan pemerintah di tengah ancaman resesi,” ucap Ketua Bidang Perdagangan dan Promosi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Fadhil Hasan pada talkshow Optimalisasi Ekspor Sawit Sebagai Antisipasi Dampak Resesi di Jakarta, Rabu (14/12/2022).
Diungkapkan Fadhil, sejumlah aturan dan kebijakan yang prosawit saat ini sangat dibutuhkan untuk dapat mendorong industri sawit Indonesia dapat terus tumbuh dan berkembang dalam persaingan di pasar global. Dirinya juga membandingkan terkait besaran pungutan ekspor dan bea ekspor CPO yang berlaku di Indonesia serta Malaysia.
Dari dua negara produsen sawit terbesar di dunia ini, berbagai bentuk pajak baik pajak ekspor maupun bea ekspor yang ada di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan yang berlaku di Malaysia. Akibatnya, beban yang besar ini pun harus ditanggung, dan menyebabkan produk sawit yang sama dari Indonesia kalah kompetitif dari Malaysia di pasar global.
“Yang kita perlukan adalah adanya kebijakan dari pemerintah yang mendukung industri sawit. Sebuah kebijakan dan aturan yang kondusif. Adanya kebijakan yang bersifat retriksi seperti DMO yang masih berlaku juga perlu dipertimbangkan apakah masih tetap diberlakukan atau dicabut,” ucapnya.
Domestic Market Obligatian (DMO), adalah satu kebijakan yang diterbitkan pemerintah untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng yang terjadi beberapa bulan lalu. “Dan saat ini sudah tidak ada lagi kelangkaan, apakah ini masih tetap diberlakukan. Kalau memang sudah tidak langka, silahkan dicabut. Kalau masih berlaku DMO, terkesan di negeri ini masih terjadi kelangkaan,” ucapnya.
Terkait adanya ancaman resesi dan prediksi akan turunnya harga CPO di pasar internasional pada awal tahun hingga pertengahan tahun depan, Fadhil justru memaparkan bahwa apa yang terjadi saat ini, yakni musim dingin yang sedang terjadi di Eropa maupun perang antara Rusia dan Ukraina, dapat menjadi sebuah kesempatan bagi industri sawit untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan minyak nabati di pasar global.
“Sawit dan turunannya tetap akan dapat bertahan, dan bagaimana kita dapat menyikapinya dan mendukung agar industri sawit dapat terus maju. Aturan-aturan yang bersifat retriksi ini yang perlu di hilangkan,” ucapnya.
Jur: Tridara Merninda
Red: SS03