sawitsetara.co – JAKARTA – Gejolak pasca Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) dibentuk, silih berganti dibahas melalui seminar, FGD dan Diskusi Terbatas. Menarik dikaji karena mendapat sorotan publik yang luar biasa, apalagi Satgas PKH menggunakan satu data dalam melaksanakan tugasnya.
Hal tersebut memicu perdebatan saat ada data lain yang juga produk negara atau pemerintah namun cara pandangnya berbeda antara Kementerian/Lembaga (K/L) terkhusus Satgas PKH.
Pakar Hukum Kehutanan Dr. Sadino, S.H., M.H yang merupakan Pakar Hukum Kehutanan menyarankan agar dalam menangani masalah tersebut, Satgas tidak mengandalkan data dari satu sektor saja, melainkan lintas sektor.
“Satgas harus bekerja dengan pendekatan lintas sektoral. Jangan hanya pakai data kehutanan yang banyak salahnya. Kalau ada surat hak atas tanah atau produk lainnya, ya keluarkan saja dari kawasan hutan, apalagi sudah ada usahatani masyarakat disana. Itu lebih adil bagi rakyat,” tegasnya.
Koordinator I Jampidsus Kejaksaan Agung, Ardito Muwardi mengakui, pemerintah membentuk Satgas PKH dalam situasi mendesak.
Menurutnya, pembentukan Satgas PKH juga berkaitan dengan kebutuhan negara akan pemasukan kas negara untuk mendukung pembangunan nasional. Ardito menilai penting bagi Satgas PKH untuk terus membuka ruang dialog dan memperkuat sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan.
“Prinsip dasarnya adalah demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun tentu langkah ini harus dibarengi dengan penyelesaian tumpang tindih produk hukum yang selama ini yang menimbulkan ketidakpastian,” jelasnya.
Dia menyampaikan hal itu saat acara focus group discussion (FGD) bertajuk “Kajian Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan: Menuju Tata Kelola Hutan yang Berkeadilan dan Berkelanjutan’’ di Universitas Pancasila, Jakarta Selatan, Rabu (7/5/2025).
Dia mengungkapkan yang menjadi fokus penertiban saat ini lebih fokus pada perusahaan yang melanggar.
Per 24 April 2025, Satgas PKH telah memverifikasi total lahan seluas 620 ribu hektare. Sebanyak 399 ribu hektare telah diproses, dan sekitar 221 ribu hektare telah diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara pada tahap pertama.
Albert Yoku, pemuka masyarajat adat Papua yang juga pemerhati dan petani sawit Indonesia dari Papua mengatakan seharusnya Satgas tidak kaca mata kuda.
“Lihatlah kondisi petani yang kebetulan terjebak dalam kawasan hutan, lihatlah perjuangan kami untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Kamipun tidak mau bertani dalam kawasan hutan, tapi siapa yang tahu ketika itu bahwa lahan yang diusahakan itu kawasan hutan?. Yang tau hanya Kementerian Kehutanan. Itu terjadi puluhan tahun lalu”, ujarnya.
Apakah ada tanda-tanda atau papan pengumuman kawasan hutan? Atau saat membuka lahan adakah larangan dari Kementerian Kehutanan ?, jawabnya tidak ada, ujar Albert Yoku.
Saya setuju penertiban dan mendukung kebijakan Presiden Prabowo, tapi sekali lagi kami bermohon, lihatlah perjuangan kami dan lapangan kerja yang sudah tumbuh ditengah perkebunan sawit yang di klaim dalam kawasan hutan tersebut, meskipun tidak ada lagi pohon hutan disana, tutur Albert.
“Harusnya yang ditertibkan itu yang masih berhutan, yang masih membandel menanam sawit dibukan peruntukannya setelah 2020 sesuai UUCK dan yang belum memiliki SK DATIN,” lanjut Albert.
Albert Yoku yang juga Anggota Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) mengatakan “NKRI ada untuk mensejahterakan Rakyat dan inilah yang di dorong terus oleh Presiden dan Wapres saat ini”.
Jika benar rakyat yang berdaulat, maka seharusnya bidang usaha rakyat yang nyata memberikan dampak positif kepada ekonomi, sosial dan kamtibmas, wajib didukung oleh negara dan negara harus berterimakasih karena tidak perlu capek-capek mengeluarkan APBN karena bidang usaha seperti sawit ini tumbuh berkembang dengan sendirinya dan negara sangat diuntungkan melalui devisa, lapangan kerja dan pajak negara” ujar Albert Yoku yang juga Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama, Papua.
Kami bermohon kepada Bapak Presiden untuk menolong kami petani sawit dari berbagai permasalahan dan kami percaya Bapak Presiden Prabowo berpihak kepada masyarakat kecil, petani sawit, masyarakat susah, sesuai Asta Cita, ujarnya kepada sawitsetara dari Jayapura.