sawitsetara.co -NUSA DUA- Tingginya kenaikan harga CPO di pasar global dalam satu bulan terakhir, ternyata belum seiring dengan kenaikan harga tandan buah segar (TBS) sawit yang diterima petani swadaya. Bahkan Asosiasi Petani Kelapa Sawit (APKASINDO) menyatakan bahwa harga TBS petani swadaya masih memprihatinkan.
Menurut Ketua Umum APKASINDO, Dr. Gulat ME Manurung, MP.,C.APO,C.IMA, bahwa harga TBS petani swadaya saat ini hanya sekitar Rp 1.850-1.950 per kg. Sementara harga tandan buah segar atau TBS untuk petani bermitra lebih baik, yaitu sekitar Rp 2.500-2.850 per kg.
Adanya ketimpangan harga yang diterima antara petani sawit bermitra dan petani swadaya ini, menurutnya satu diantaranya disebabkan adanya Permentan No.1 tahun 2018, yang hanya melindungi petani bermitra perusahaan kelapa sawit dan tidak mengakomodir petani sawit swadaya.
“Suara-suara dan desakan dari jutaan petani swadaya dari seluruh Indonesia ini telah lama dilontarkan. Petani meminta agar pemerintah merevisi Permentan no.1 tahun 2018 yang hanya melindungi petani bermitra perusahaan kelapa sawit,” ucap Gulat Manurung.
Menurutnya, harga CPO semakin menanjak sepanjang Oktober 2022. Harga di Pasar Spot Rotterdam mengalami kenaikan 2,2% menjadi 1.160 dolar AS per metrik ton pada perdagangan Jumat (4/11) dibandingkan penutupan sehari sebelumnya. Sementara itu di dalam negeri, harga minyak sawit di pasar spot Medan sempat menyentuh level Rp18.103 per kg pada penutupan perdagangan Jumat, 28 Oktober 2022.
Harga TBS di tingkat petani bermitra, menurut Gulat sudah sesuai dengan harga konversi 21% dari harga CPO yang berlaku pada hari tersebut. Namun yang sangat memprihatinkan adalah harga TBS petani swadaya, karena masih di bawah Rp2.000 per kg.
“Menurut saya sepertinya memang ini disengaja supaya ada celah untuk menekan harga TBS petani karena payung regulasinya tidak ada,” ujar Gulat, kepada sawitsetara.co.
Gulat meminta pemerintah merevisi Peraturan Menteri Pertanian no.1 tahun 2018. Menurut dia, Permentan no.1 tahun 2018 ini yang menjadi biang kerok harga TBS petani swadaya selalu berada jauh di bawah harga petani bermitra.
Hal ini diakibatkan karena Permentan tersebut hanya melindungi petani bermitra. Padahal, jumlah petani bermitra hanya 7% dari total luas kebun sawit yang mencapai 6,87 juta hektare. Sebanyak 93% kebun sawit itu dikelola oleh petani swadaya. “Permentan tersebut sangat layak direvisi dan itu sudah menjadi kesepakatan semua stakeholder sawit saat rapat di Ditjenbun beberapa bulan lalu. Namun hasil rapat tersebut belum ada kelanjutannya,” papar Gulat.
Berdasarkan hasil perhitungan Tim APKASINDO, petani hanya mendapatkan keuntungan sebesar Rp250 per kg CPO. Sedangkan perusahaan kelapa sawit (KPS) bisa mendapatkan untung Rp2.500 per kg CPO yang diolahnya.
Oleh karena itu, Gulat menuturkan perlu adanya komitmen berbagi beban dan berbagi untung antara sektor hulu hingga hilir. “Menjaga keseimbangan keuntungan baik di sektor hulu maupun hhilir industri sawit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlanjutan sawit Indonesia, dan keseimbangan ini akan membantu Indonesia terhindar menjauh dari resesi dunia yang sudah di depan mata,” ujar Gulat.
Jur: SS03
Red: Maria Pandiangan