sawitsetara.co – JAKARTA – Petani mengeluhkan semakin rumitnya persyaratan pengusulan program peremajaan sawit rakyat (PSR) paska Peraturan Kementerian Pertanian No. 3 Tahun 2022 (Permentan 03/2022) yang membuat ribuan lahan pengusul terjegal surat lahan bebas gambut.
Ada beberapa persyaratan tambahan yang menjadi keluhan petani dalam Permentan 03/2022, namun yang mejadi jeritan utama adalah dalam Pasal 17 Ayat 5 Butir A yang tertulis sebagai berikut:
“Status lahan sebagaimana dimaksud pada ayat 91) dibuktikan dengan keterangan:
- Tidak berada di kawasan hutan dan kawasan lindung gambut, dari unit kerja kementerian yang membidangi lingkungan hidup dan kehutanan;”
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Provinsi Sulawesi Selatan, Dr. Ir. H Badaruddin Puang Sabang, M.M., menerangkan setidaknya 350 hektar lahan petani pengusul di Luwu Timur sedang menunggu dokumen bebas lahan gambut dari kementerian terkait sejak tanggal 5 September 2022.
Hal ini disampaikan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Luwu Timur melalui surat resmi kepada Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan nomor surat 520/2192/DISPKP yang ditandatangi oleh Kepala Dinas DPKP selaku Ketua Tim PSR Kabupaten Luwu Timur.
Badar menjelaskan bahwa petani tersebut tinggal menunggu surat status lahan bebas gambut yang dilindungi agar dapat langsung dibuatkan rekomtek oleh Ditjenbun.
Badar yang terus mengawasi jejak surat tersebut menyatakan bahwa surat sudah dialihkan bagian yang menangani gambut, bahkan sudah di-emailkan lagi ke alamat yang tertera dalam aplikasi Simluhtan, sebagaimana diatur dalam Permentan 03/2022.
Namun, menurut Badar, tim Ditjenbun malah menjawab bahwa ‘tidak ada SOP-nya’, yang semakin membuat petani mati langkah.
“Jangan pernah mengharap ada percepatan PSR dengan segala persyaratan yang tidak ada relevansinya. Kelompok tani sudah lari 100, pemerintah pusat lari mundur,” ujar Badar dalam diskusi PSR.
Dari Jambi, Rizal menyampaikan hal senada karena kelompok taninya juga sedang menunggu surat bebas lahan gambut dari KLHK namun belum ada kabar dan kepastian.
“Sebab yang kami usulkan sudah SHM semua dan tidak ada gambutnya,” ujar Rizal.
“Berkas usulan kami sudah 3 kali sampai Dirjebun, baik sesuai Permentan 07, Permentan 03, ataupun aplikasi yang terbaru,” lanjut Rizal dalam diskusi.
Melihat proses PSR yang semakin sulit sejak ditandatanganinya Permentan 03/2022 pada tanggal 17 Februari 2022, Rizal mengusulkan agar mengajukan keluhan terkait persyaratan PSR yang tidak jelas ini melalui pendekatan hukum dalam hal ini Ombudsman.
Diketahui bahwa Ombudsman merupakan badan yang bertugas mengawasi penyelanggaraan pelayanan publik. Karenanya, diharapkan agar melalui Ombudsman, pemerintah dapat merevisi pelayanan dalam hal persyaratan pengusulan PSR agar mudah dipenuhi dan sesuai relevansi industri kelapa sawit Indonesia.
“Kami siap mengumpulkan bukti yang diperlukan. Karena ternyata kalau tidak ada SOP-nya gimana mau keluar surat itu,” ujar Rizal.
Jurnalis: Goldameir
Redaktur: Maria Pandiangan
Uploader: Arif