sawitsetara.co – MANOKWARI – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Papua Barat meminta regulasi pengajuan program peremajaan sawit rakyat (PSR) dapat disederhanakan agar apa yang dicita-citakan oleh petani sawit yakni menyelesaikan target 6.000 hektare di Manokwari dapat tercapai.
Belum lama ini, Koperasi Sawit Arfak Sejahtera membeli 100.000 kecambah Dami Mas yang sudah disemaikan di Manokwari, Provinsi Papua Barat.
Penanaman kecambah perdana ini merupakan bagian dari kegiatan PSR tahap kedua atas 700 hektare lahan pekebun yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) untuk dilakukan replanting atau tanam ulang karena sudah memasuki masa tanam yang sudah tidak produktif lagi.
Penyemaian kecambah Dami Mas yang didapat melalui Koperasi Sawit Setara (KOPSA SETARA) ini ditanam di areal kebun Koperasi Sawit Arfak Sejahtera yang dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Manokwari Kukuh Saptoyudo, S.P., Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Papua Barat Benny Inday, dan Ketua Koperasi Sawit Arfak Sejahtera Dorteus Paiki.
“Benih yang sudah ditanam varietas simalungun sebanyak 325.000 di atas lahan seluas 2.044 hektare, dan varietas Dami Mas sebanyak 100.000 kecambah sementara disemaikan untuk lahan seluas 700 hektare,” ujar Ketua Koperasi Sawit Arfak Sejahtera.
Kemudian, Dorteus Paiki menyampaikan terima kasih kepada pemerintah terkait dengan bantuan dari BPDP-KS ini. “Untuk ke depan kami sangat berharap kepada pemerintah selalu membimbing kami, sehingga apa yang dicita-citakan oleh petani dapat berjalan dengan baik dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah dan petani bisa sejahtera,” katanya.
Namun dalam mengajukan usulan tahap 3 PSR di Manokwari, Paiki berharap regulasi PSR yang diatur melalui Permentan 03/2022 dapat ditinjau kembali.
“Kami sangat kewalahan sekali dengan regulasi PSR ini, kami meminta regulasinya agar dapat ditinjau kembali dan menyesuaikan dengan tingkat keadaan lahan dan petani di seluruh Indonesia,” ujar Paiki.
Paiki menyebutkan, untuk pengajuan PSR, sejauh ini petani di Papua Barat masih terkendala pada persoalan perizinan dan legalitas lahan.
“Kami terhalang oleh surat keterangan dari KLHK menyangkut gambut, sedangkan di Papua Barat tidak ada gambut, sudah dua tahun PSR belum rekomtek, dua usulan kami tidak keluar-keluar, kami sangat kecewa dengan regulasi pemerintah yang seperti ini,” katanya.
Karenanya, Paiki berharap segala pihak yang terlibat dalam PSR ini dapat bekerja sama dengan baik agar proses pengajuan PSR tidak berbelit-belit.
Jur: Tridara Merninda
Red: Maria Mektania
Up: Arif