sawitsetara.co – BANTEN – Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) tidak hanya menentukan nasib bangsa Indonesia, tapi juga petani. Hal ini karena peremajaan tidak hanya petani yang diuntungkan tapi juga negara. Bagaimana tidak, dengan melakukan peremajaan maka otomaitis produktivitas lahan petani akan meningkat dan produksi nasional akan meningkat. Artinya dengan meningkatnya produksi nasional maka ekspor pun akan meningkat dan bahan untuk produksi hilir akan aman.
Seperti diketahui bahwa Presiden terpilih Prabowo Subianto mempunyai cita-cita untuk mewujudkan Biodiesel 50 persen berbahan sawit atau dikenal dengan B50. Artinya dengan naiknya kebutuhan minyak sawit untuk bahan bakar diesel maka naik juga kebutuhan crude palm oil (CPO).
“Artinya kita dituntut memberikan sumbangsih dalam bentuk tandan buah segar (TBS). Oleh karena itu kita harus memproduksi TBS yang setinggi-tingginya, diantaranya dengan menggani tanaman tua atau rusak dengan tanaman yang baru yang menghasilkan produktivias tinggi melalui program PSR,” terang Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Rino Afrino dalam acara Sosialisasi dan Pelaksanaan PSR yang dilaksanakan APKASINDO Banten.
Memang, Rino menngakui, saat ini rata-rata usia tanaman kelapa sawit sudah diatas 30 tahun sehingga produktivitas TBS-nya hanya 800 kilogram (kg)/hektar (ha)/bulan. Padahal dengan lahan yang sudah mengikuti PSR sekitar 3 tahun yang lalu kini produktiviasnya juga telah mencapai 1.000 kg/ha/bulan.
“Artinya usia 36 bulan juga sama dengan 30 tahun. Sehingga lahan yang ikut PSR di usia produktif bisa tiga kali lipat dari yang sekarang, dan itu bukan hanya petani yang menikmai tapi juga negara,” jelas Rino.
Namun, Rino mengingatkan program PSR ini tetap harus diawasi sebab ada peraturan-peraturannya, tapi pada dasarnya semua mudah dilaksanakan jika kita mau berusaha. Contoh perserta harus mempunyai KTP, KK, SHM, dan lainnya. Jika SHM-nya tidak ada maka bisa digantikan dengan ganti bisa pakai surat keterangan tidak sengketa atau surat keterangandari desa. “Semua ada solusinya, asalkan kita mau berusaha,” tegas Rino
Lebih lanjut, Rino menyayangkan dari luas areal tanaman sawit yang layak diremajakan yang mencapai 12.000 ha baru 1.500 ha yang diremajakan. Atas dasar itulah APKASINDO terus mendorong peremajaan untuk petani. Sebab sawit tidak hanya mendorong ekonomi pemerinttah pusat dan daerah tapi juga mendorong ekonomi masyarakat khususnya petani.
Lalu, lanju Rino juga berhadap adanya kesetaraan harga TBS. Paling tidak jangan sampai harga TBS dibawah biaya produksi. Sebab, petani hanya menggantungkan hidupnya dari budidaya.
“Kita demo itu wujud kegelisahan kami. Sawit ini sangat strategis bagi Indonesia. Jadi para petani sawit termasuk petani Banten itu tidak sendirian, dari mulai Aceh hingga Papua bahkan diperbatasan seperti Kalimantan Utara itu menggantungkan hidupnya dari sawit. Tapi yang menikmati semuanya,” ungkap Rino.
Meski begitu, Rino juga mengingatkan, Indonesia harus banyak besyukur atas tumbuhnya sawit di Tanah Air ini. Sebab, tidak semua negara bisa tumbuh subur tanaman sawit. Oleh karena itulah jangan sampai anugerah pemberian Tuhan ini menjadi sia-sia.