sawitsetara.co – JAKARTA – Lagi-lagi petani sawit tidak habis pikir analisa dan pemikiran dari kelompok kecil NGO/LSM yang tidak setuju atas Pidato Presiden Prabowo saat rapat RPJMN 2025-2029 (30/12/2024).
Arah dan tujuan Pidato Presiden tersebut adalah untuk semua, bukan untuk kepentingan kelompok, tapi untuk Indonesia termasuk kepada kelompok yang tidak setuju tadi, ujar Jufri, SE.,MM, Petani Sawit dari Sumatera Barat.
Jufri ketika dihubungi sawitsetara memberikan apresiasi atas pidato Presiden Prabowo karena baru pertama kali ini Presiden langsung membahas urgensi sawit sebagai, asset negara asset Indonesia dan memerintahkan semua Aparat Penegak Hukum, Gubernur, Bupati, Walikota untuk menjaga asset sawit, saat pidato rapat RPJMN yang diselenggarakan oleh Kementerian PPN/BAPPENAS.
Perlu dicatat bahwa BAPPENAS itu adalah kementerian yang membahas arah pembangunan nasional yang dibagi dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, jadi nilai politik kebijakan pidato dan rahan Presiden tersebut sangat-sangat strategis.
“Mungkin itu yang membuat para yang tidak setuju tersebut kepanasan dan kehilangan jiwa merah putihnya” ujar Jufri.
Saya melihat mereka yang tidak setuju itu kental dengan kepentingan asing, lanjutnya.
Karena itu kami sudah mengusulkan ke Ketua Umum DPP APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) supaya Bapak Presiden Prabowo diberikan gelar kehormatan sebagai Bapak Petani Sawit Indonesia, bayangkan ada sekitar 38 juta keluarga petani sawit Indonesia yang serentak deklarasi untuk itu, ujar Jufri yang juga Ketua APKASINDO Provinsi Sumatera Barat.
Kalau dasar pemikiran mereka yang tidak setuju dengan arahan Bapak Presiden tersebut, kembali saya bertanya “Karya apa yang sudah mereka buat untuk bangsa ini?. Kalau hanya protes atau tidak setuju tentu anak kecilpun bisa” lanjut Jufri.
Pembukaan lahan untuk perkebunan sawit maksud Presiden ‘tidak perlu takut dituduh deforestasi’ adalah lahan yang disebut kawasan hutan yang sudah tidak berhutan lagi atau sudah terdegredasi.
“Jadi kenapa harus diributin ?, wong sudah tidak berhutan lagi kok, apa yang di deforestasi?” ujar Jufri bertanya.
Yang perlu dijelaskan ke masyarakat justru pemahaman defenisi Hutan dan Kawasan Hutan. Dua istilah ini jauh berbeda.
Menurut literatur bahwa Kawasan hutan merupakan wilayah yang sudah ditetapkan oleh pemerintah agar terus dipertahankan eksistensinya sebagai hutan tetap. Sementara hutan adalah kesatuan ekosistem yang berwujud hamparan luas berisikan sumber daya alam hayati.
Pertanyaannya adalah sudah berapa persen kawasan hutan sudah ditetapkan?, apakah sudah melalui Prosedur sesuai UU Kehutanan No 41 tahun 1999 ? Yaitu dengan tahapan (1) Penunjukan Kawasan Hutan, (2) Penataan Batas Kawasan Hutan, (3) Pemetaan Kawasan Hutan, dan (4) Penetapan Kawasan Hutan. Jika tidak prosedural pada tahapan tersebut maka itu tidak syah suatu kawasan hutan, sebagaimana putusan MahkamahKonstitusi Nomor 45 Tahun 2011.
Lantas apakah kawasan hutan yang sudah ditunjuk oleh Kementerian Kehutanan memang benar masih berhutan?.
Jadi inilah tugas Kementerian Kehutanan mana saja yang sudah tidak berhutan kawasan hutan tadi, mana saja yang belum ditetapkan sebagai kawasan hutan.
Menurut hasil penelitian Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University (2023) bahwa sawit mempunyai kemiripan dengan tanaman hutan, untuk itu disarankan ditanam di kawasan hutan yang terdegredasi atau sudah tidak berhutan karena negara tidak punya dana yang cukup untuk menghijaukan kembali.
Diberbagai FGF juga disebutkan terdapat 31,8 juta hektar kawasan hutan yang sudah tidak berhutan, jadi sangat berpotensi sebagaimana arahan Bapak Presiden Prabowo.
Nah, inilah yang dimaksud oleh Presiden Prabowo tersebut. Kami saja kelas petani sawit memahami dan mengapresiasinya, i love you Pak Presiden Prabowo, ujar Jufri melalui sambungan telepon.
Jur: Ningrum