sawitsetara.co – BALI – Indonesia bermaksud untuk meningkatkan tingkat pencampuran biodiesel menjadi B50 (50 persen kandungan biodiesel) dan seterusnya di masa mendatang, sebagai bagian dari agenda energi terbarukan yang lebih luas.
“Sasaran B50 merupakan perubahan signifikan dalam kebijakan energi, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mendukung pertanian lokal,” jelas Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, atau biasa disapa Mas Dar dalam Konferensi Kelapa Sawit Indonesia ke-20 dan Outlook Harga 2025 (IPOC), di Nusa Dua, Bali.
Namun, lanjut Mas Dar, perluasan ini dapat berdampak pada ketahanan pangan dan juga pasokan minyak sawit, terutama untuk ekspor. Dengan mengadopsi B35 pada tahun 2023, Indonesia telah mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil dan menghemat lebih dari USD 7,9 miliar untuk impor bahan bakar fosil.
Mas Dar pun mengungkapkan dalam IPOC 2024 ini membahas bagaimana mengembangkan strategi dalam menanggapi isu-isu global yang berdampak pada industri kelapa sawit, seperti kebijakan indonesia tentang industri kelapa sawit dan ketahanan industri, penerapan EUDR, prospek industri kelapa sawit, serta prospek ekonomi dan tren pasar kelapa sawit di tahun 2025.
“Konferensi ini menjadi ajang yang sangat penting, tidak hanya bagi industri kelapa sawit Indonesia, tetapi juga bagi perekonomian kita secara keseluruhan. Sebagai negara produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia memegang peranan yang sangat penting di pasar minyak nabati dunia, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap energi terbarukan, produk pangan, dan industri oleokimia,” papar Mas Dar.
Saat ini, Mas Dar menjelaskan, minyak sawit Indonesia menyumbang sekitar 25 persen dari produksi minyak nabati dunia atau 59 persen dari produksi minyak kelapa sawit dunia. Produksi Crude Palm Oil (CPO) / minyak sawit Indonesia pada tahun 2023 sebesar 47,08 juta ton, di mana 10,2 juta ton digunakan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri untuk pangan, 2,3 juta ton untuk industri oleokimia, 10,6 juta ton untuk biodiesel, dan 23,98 juta ton untuk ekspor.
“Industri kelapa sawit tidak hanya menjadi sumber utama pendapatan nasional, tetapi juga menyediakan lapangan pekerjaan bagi lebih dari 16 juta orang yang bekerja di industri kelapa sawit (on farm dan off farm), termasuk petani skala kecil di berbagai daerah di Indonesia. Industri kelapa sawit merupakan tulang punggung perekonomian kita, terutama di daerah-daerah yang sedang kita dorong pertumbuhannya,” ungkap Mas Dar.
Oleh karena itu, menurut Mas Dar, menjadi tanggung jawab kita bersama untuk memastikan bahwa industri ini dapat beroperasi secara berkelanjutan, efisien, dan kompetitif.
Kebijakan Indonesia di bidang pangan dan energi berfokus pada peningkatan swasembada, mengurangi ketergantungan terhadap impor, dan menangani keberlanjutan untuk mendukung ketahanan ekonomi dan tujuan lingkungan.
Strategi dan kebijakan pemerintah ditujukan untuk meningkatkan hasil atau produktivitas minyak kelapa sawit dan memenuhi target energi berkelanjutan. Indonesia telah menerapkan mandat biodiesel, yang mewajibkan bahan bakar untuk mencakup 35 persen biodiesel berbasis kelapa sawit (B35) untuk kendaraan dan industri. “Mandat ini ditujukan untuk meningkatkan penggunaan minyak kelapa sawit dalam negeri, mengurangi impor bahan bakar fosil, dan mengurangi emisi gas rumah kaca,” pungkas Mas Dar. (yin)