sawitsetara.co – Pembangunan perkebunan di Provinsi Papua Barat dimulai dengan digulirkannya program transmigrasi sebagai implementasi dari Rencana Pembangunan Lima Tahun ketiga atau Repelita III (1979-1984).
Salah satu target program ini adalah Kabupaten Manokwari untuk transmigrasi (trans umum) yang diarahkan pengambangan sektor pertanian tanaman pangan untuk mendukung swasembada pangan.
Transmigrasi di Kabupaten Manokwari, khususnya Distrik Warmare dimulai tahun 1972, Prafi dimulai tahun 1982 dan Masni dimulai tahun 1983. Integrasi program Trans PIR dimulai tahun 1983 dengan luasan kebun kelapa sawit sebesar 7.188,34 hektar dan terdiri dari 14 afdeling tanaman (unit kerja), yaitu 8 afdeling plasma dan 6 afdeling inti. Peserta program Trans-PIR meliputi petani dari Jawa dan juga dari Papua (sekarang menjadi Papua dan Papua Barat).

Hingga kini, sawit semakin berkembang di tanah Papua yang ditandai dengan tumbuhnya koperasi sawit, salah satunya adalah Koperasi Produsen Sawit Arfak Sejahtera (KPSAS) yang berada di Kampong Wasegi Indah Distrik Prafi Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat.
KPSAS adalah salah satu koperasi yang menaungi sekitar 9.400 ha perkebunan kelapa sawit rakyat dengan 4.700 KK yang tesebar di Distrik Prafi, Masni, dan Warmare.
Pembangunan perkebunan tersebut melalui program Perkebunan Inti Rakyat (PIR), Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Bantuan Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari.
Hingga kini, hasil Tandan Buah Segar (TBS) KPAS dijual kepihak ketiga yaitu Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik swasta. Walau demikian, hingga saat ini KPAS tidak memiliki mitra PKS karena PKS yang ada tidak bersedia menjadi mitra plasma.
Saat ini TBS dibeli oleh PKS terdekat sebagai pihak ketiga dengan harga yang masih jauh dari harga penetapan Dinas Perkebunan. Rendahnya harga TBS tentu belum mampu memenuhi harga pokok produksi (HPP) TBS yang terus meningkat akibat melambungnya harga pupuk racun dan sarana prasarana produksi yang berdampak pada menurunya kesejahteraan petani kelapa sawit yang bernaung dibawah manajemen KPAS.
Beberapa penelitian dan kasus menunjukan bahwa jika harga TBS menurun akan berdampak pada menurunnya kesejahteraan, nilai tukar petani dan daya beli masyarakat. Oleh sebab itu, petani lebih memilih tidak memanen dan tidak merawat kebunnya karena menjadi beban biaya produksi meningkatkan harga pokok produksi (HPP).
Kondisi ini akan terus berlangsung selama petani tidak memiliki kelembagaan dan mitra yang menjamin pembelian TBS, sehingga nilai tukar petani akan terus menurun yang berdampak pada keberlangsungan ekonomi dan kesejahteraan petani.
Berangkat dari pemikiran tersebut, manajemen KPAS saat ini secara bertahap mengusulkan pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) melalui mekanisme bantuan dana Sarana dan Prasarana (Sarpras) Unit Pengolahan Hasil (UPH).
Pengusulan Sarpras UPH PKS telah dilakukan verifikasi oleh verifikator Dirjenbun yang langsung didampingi oleh Riyadi Mustofa, sebagai ketua tim kajian studi kelayakan dan saat ini sedang dalam proses menuju rekomendasi teknis (Rekomtek) dari Dirjenbun dan BPDPKS.
Kebutuhan PKS bagi KPAS merupakan suatu urgensi mengingat luasnya lahan dan produktivitas kelapa sawit rakyat yang diprediksi terus meningkat dengan adanya program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan pola budidaya petani secara bertahap yang telah menerapkan Good Agricultural Practices (GAP). Berdasarkan SK Dirjenbun No. 273/Kpts/HK.160/9/2020 dan Petunjuk Teknis Verifikasi Unit Pengelolaan Hasil Perkebunan Kelapa Sawit Tahun 2021 KPAS sebagai salah satu koperasi yang memenuhi kriteria untuk mendapatkan bantuan dana sarana dan prasarana untuk membangun PKS dengan kapasitas sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan bahan baku.
Berdasarkan luas lahan yang dimiliki seluas 9.400 ha, KPAS layak medapatkan UPH PKS kapasitas 30 ton TBS/jam. Sedangkan kondisi eksisting dan proyeksi ketersediaan bahan baku hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan PKS kapasitas 15 ton TBS/jam dan akan optimal di tahun 2026. Lahan seluas diatas hanya 5.700 ha yang menghasilkan. selain itu masih terdapat tanaman tua dan rusak (TTR) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) hasil program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) seluas 2.044 ha. Proyeksi tahun 2030 seluruh lahan pendukung telah berproduksi optimal, PKS kapasitas eksisting dapat dilakukan extended to 60 ton TBS/jam.
Koperasi Produsen Sawit Arfak Sejahtera, masyarakat, dan pemerintah Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat berharap BPDPKS tidak hanya membantu untuk pendirian PKS, akan tetapi beserta industri turunannya. Dengan demikian, akan meningkatkan perekonomian dan meningkatkan nilai tambah hasil perkebunan kelapa sawit, serta menjamin ketersediaan minyak goreng yang merupakan salah satu bahan pokok, khususnya di Kabupaten Manokwari, dan di Provinsi Papua Barat secara umum.
Red : Maria Pandiangan