sawitsetara.co – KOTAWARINGIN BARAT – Benar, bahwa saat ini pemerintah tengah mendorong peran koperasi-koperasi ditingkat pedesaan, termasuk pada koperasi sawit. Hal ini lantaran dengan memperkuat koperasi sawit sama saja dengan memperkuat posisi tawar petani dan memperluas pasar, dimana dengan memperkuat posisi tawar petani maka akan menciptakan harga yang lebih kompetitif bagi petani.
Artinya koperasi menjadi kunci penting dalam mendorong industri sawit yang lebih adil, berkelanjutan, dan berbasis kekuatan petani.
“Petani tidak boleh terus berada di posisi lemah dalam rantai nilai. Koperasi adalah instrumen strategis untuk memperkuat posisi tawar dan memperluas akses pasar mereka,” ujar Panel Barus, di Deputi Bidang Pengembangan Usaha Koperasi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM), Panel Barus, mengutip laman tribunnews.com.
Lebih lanjut, Barus menyebut bahwa PALMSTEP akan mendorong lahirnya koperasi petani sawit yang memiliki pabrik Crude Palm Oil (CPO) sendiri. Langkah ini dinilai akan memberikan kepastian harga dan pembeli bagi petani anggota koperasi., sekaligus memangkas dominasi tengkulak.
“Jika sudah ada pabrik CPO milik koperasi, para petani anggota koperasi mendapatkan kepastian pembeli dan harga,” tegas Barus.
Barus pun mengungkapkan bahwa hal ini sesuai dengan arahan Presiden RI Prabowo Subianto yang menargetkan pembentukan 80.000 Koperasi Desa Merah Putih, sebagai jejaring distribusi dan produksi desa yang terintegrasi. Program ini akan diluncurkan bertepatan dengan Hari Koperasi Nasional pada 12 Juli 2025.
“Dengan adanya jaringan Koperasi Desa Merah Putih dan program seperti PALMSTEP, produk-produk desa seperti sawit dapat mengakses pasar dengan harga bagus di Eropa,” ungkap Barus.
Barus pun menjelaskan, model kerja sama koperasi yang difasilitasi Uni Eropa dalam program PALMSTEP mencerminkan masa depan perdagangan internasional berbasis kemitraan antar koperasi.
“Saya berharap hasil dari PALMSTEP akan dilanjutkan kerjasama perdagangan antar koperasi Indonesia dan negara-negara Uni Eropa. Apapun produk pangan yang dibutuhkan Eropa, nantinya dapat disediakan oleh jaringan Kopdes Merah Putih,” jelas Barus.
Hingga akhir 2024, data Kementerian Koperasi mencatat terdapat sekitar 2.500 koperasi perkebunan aktif dengan total anggota hampir 900.000 orang dan nilai usaha mencapai Rp7,94 triliun. Panel menekankan pentingnya penguatan koperasi sekunder berbasis komoditas, termasuk kelapa sawit, untuk mempercepat transformasi industri nasional dari hulu ke hilir.