sawitsetara.co – KALIMANTAN TIMUR – Petani sawit di Indonesia sangat berharap program B35 akan meningkatkan harga beli sawit mereka. Namun sampai hari ke empat belum terasa dampak peningkatan harga sawit petani, sebagaimana petani sawit di Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur karena harga beli masih dibawah Rp2.000 per kilogram.
Agus, seorang petani di Berau mengeluhkan harga beli sawit di PKS (pabrik kelapa sawit) hanya diharga Rp1.500-1.600 per kilogram, malah menurun pasca B35.
“Hari ini harga pabrik nya Rp1.720, tapi kena potongan 200-an jadi harga petani sebenarnya cuman Rp1.570 per kilogram, Itu sudah antar ke pabrik langsung,” keluh Agus. “Belum lagi potongan timbangan 5-10% dan saya dengar di PKS lain juga seperti itu, ampun Pak Menteri,” lanjutnya.
Menurut Agus, dirinya dan ratusan petani lain di Berau belum pernah merasakan harga diatas Rp2.000 sejak larangan ekspor CPO April tahun lalu, “Sebelum larangan ekspor, memang sempat Rp3.700-4.000 per kilogram dan saya cek harga TBS di provinsi lain masih segitu juga”.
Di Berau hanya ada satu pabrik di sekitar kebun Agus, sehingga pabrik kelapa sawit (PKS) ini bisa dengan seenaknya membuat harga. “Memang pemantauan saya di beberapa PKS juga demikian, tidak ada kontrol Disbun dan Kementerian Pertanian dalam hal ini Dirjend Perkebunan,” ujar Agus.
Agus meminta seharusnya Kementerian Pertanian tegas kepada PKS-PKS yang tidak memperdulikan regulasi yang sudah ada, jangan hanya menghimbau. Ini semakin membuktikan bahwa Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01 tahun 2018 tersebut mandul dan anehnya pembuat kebijakan tersebut seakan tutup mata dan telinga. Lebih lanjut Agus mengatakan bahwa, “Peraturan ini benar-benar hanya pro korporasi dan tidak perduli dengan petani-petani kecil seperti kami ini. Kepada siapa lagi kami mengadu?”.
Menurut nya, Kementerian Perdagangan juga demikian, jangan sibuk dengan HET (harga eceran tertinggi) minyak goreng, sementara bahan bakunya tidak diperdulikan.
Supaya adil, pupuk juga harus dibuatkan HET nya, selisih harga HET ke harga ke ekonomisan dibantu dari dana sawit BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit). Agus pun menegaskan bahwa dirinya dengan APKASINDO sudah mengusulkan ini untuk menolong petani sawit yang semakin terpuruk.
“Pak Jokowi tolonglah kami petani sawit yang kecil-kecil ini, kami tidak untuk kaya, tapi hanya untuk belanja kebutuhan rumah tangga, kesehatan dan anak sekolah. Kami hanya bergantung kepada hasil panen sawit kami dan kami merasa sangat dicurangi, kami hanya menyambung hidup harian,” ujar Agus berharap perhatian Presiden Jokowi.
Kondisi ini diperparah dengan mahalnya harga herbisida dan pupuk saat ini. “Harga herbisida Rp2.100.000 per galon (20 L), kalau pupuk NPK 16:16:16 tidak terbeli lagi Rp1.200.000 per sak (50 kg). Jadi kalau harga TBS cuman segini, gak bisa berharap banyak, bisa bertahan hidup saja sudah syukur Pak Jokowi,” keluh Agus.
Sebagai petani yang telah berkebun sawit selama 12 tahun di Berau ini, Agus semula berharap program B35 akan mendongkrak harga sawit kembali seperti sebelum pelarangan ekspor, minimum Rp3.000 per kilogram. “Karena hal ini kami baca di berbagai media bahwa Program B35 ini salah satunya bertujuan untuk mendongkrak harga TBS. Kami tidak muluk-muluk, setelah dikurang modal HPP dapat bawa pulang ke rumah Rp1.000 saja per kilo sudah bersyukur kami” harapnya.
“Saat ini modal per kilogram TBS mencapai Rp1.800-2.000, sementara harga TBS hanya Rp1500-1.600 per kilogram. Ini memang benar-benar gak masuk akal, sementara harga minyak sawit dan turunannya naik kata GAPKI, dimana titik temunya ini?”, ujar Agus bertanya.
Jur: Goldameir Mektania
Red: Maria Pandiangan