sawitsetara.co – JAKARTA – Focus Group Discussion yang diinisiasi oleh sawitsetara yang didukung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sukses mengedukasi para peserta dan mahasiswa untuk menyamakan persepsi tentang biodiesel. Dimana acara tersebut dilaksanakan di Jakarta pada hari Kamis (19/07/2024).
Didalam Focus Group Discussion (FGD) yang bertemakan Biodiesel untuk Negeri yang dihadiri oleh Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS, Achmad Maulizal Sutawijaya menjelaskan terkait program pemanfaatan dana sawit.
“Kita harus memahami kembali bahwa adanya biodiesel ini program sangat dari segimental mulai dari pendanaannya, aneka edukasi dari BPDPKS sendiri dengan Kementerian APR, melalui mandatory proses juga menggunakan kofindo dan multiplier, dan inilah baru kita bisa sampaikan ke forum respect ini , karena kami masih banyak mendapat beberapa miss informasi terkait biodiesel,” ujar Maulizal.
Lalu, Maulizal menyampaikan terutama masi banyak mengatakan biodiesel ini hanya untuk koperasi, tidak bermanfaat langsung bagi petani swadaya dari keinginan mereka kelola dan juga ketika biodiesel menghapuskan atau mengurangi dari data kebermanfaatan minyak goreng misalnya, ini lah hal yang bisa kita jelaskan pada pertemuan hari ini.
“Memang bagi mahasiswa yang hadir disini bisa menjadi ambassadorni karena mereka generasi milineal ini sangat cepat menyebarkan informasi pada sesama mereka ini,” tutur Maulizal.
“Dan kami harapkan ini terus ditingkatkan kegiatan seperti ini, karena bagi kami di BPDPKS semakin banyak yang bisa direvormasikan atau bisa dilakukan, kami bisa membuat catatan yang baik juga terutama melawan black campaign untuk kelapa sawit Indonesia,” tambah Maulizal.
Kemudian pada acara tersebut, Head Of Sustainability Division Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Rapolo Hutabarat menyoroti urgensi penanganan permasalahan di sektor hulu sawit sebagai kunci keberlanjutan program biodiesel.
Rapolo menegaskankan pentingnya penyelesaian masalah di sektor ini karena menjadi penentu ketersediaan bahan baku.
“Permasalahan ini memang harus segera diselesaikan oleh negeri ini, terutama dari sisi hulu. Kita tahu bahwa banyak yang harus dikerjakan di sektor hulu, terutama karena inilah yang menentukan ada tidak bahan bakunya,” kata Rapolo.
Kemudian Rapolo juga menyoroti pentingnya keberlanjutan program blending biofuel, seperti B40 dan kemungkinan peningkatan lebih lanjut ke B45 atau B50. Menurutnya, keberhasilan program-program ini sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku di sektor hulu.
“Pandangan kami dari Aprobi bahwa bahan baku itu menjadi salah satu kunci untuk dilakukan hilirisasi, baik dari sisi hilirisasi pangan, energi, dan kebutuhan lainnya untuk oleokimia,” ujar Rapolo.
APROBI berharap pemerintah dapat segera menyelesaikan permasalahan di sektor hulu agar Indonesia dapat mencapai cita-cita besar dalam industri sawit, termasuk target produksi CPO sebesar 100 juta ton pada tahun 2045.
“Kami dari APROBI sangat mendukung program dari Pemerintah kebijakan dari Kementerian dan lembaga terkait,” ujar Rapolo.
Masih ditempoat yang sama, Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Dr.Rino Afrino, ST., MM menambahkan perspektifnya tentang tantangan di sektor hulu sawit.
“Sebenarnya itu kan teka-teki, kalau Anda ingin B40 atau Anda ingin B50 berarti Anda butuh bahan baku lebih banyak. Itu matematika seperti itu,” ujar Rino.
Rino juga menyoroti isu legalitas lahan sebagai tantangan utama dalam meningkatkan produktivitas.
“Hari ini ada 3,4 juta hektare sawit yang tervonis dalam kawasan hutan, yang terancam akan hilang. Berapa devisanya? Berapa kebutuhan yang hilang? Dengan yang sekarang saja yang 47 juta ton kurang lebih itu sudah termasuk yang 3,3 juta tadi. Jadi di sinilah pemerintah harus melihat jika mereka sudah sepakat positif tadi kita sudah bicarakan sudah terjadi, perbaikan sosial, ekonomi, lingkungan serta negara terselamatkan rakyat perdagangannya,” ujar Rino
Rino menekankan perlunya peningkatan produktivitas melalui langkah-langkah pembenahan sektor hulu. “Pertama, legalitas. Kedua, tadi disorot bagaimana PSR dari 2,4 juta hektare ternyata baru 390 ribu, tidak sampai 10 persen,” ujar Rino.
Dalam kegiatan tersebut, Pelaksana Fungsi Perencanaan Pemasaran Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bina Restituta Barus, ST, MT menyampaikan bahwa sawit itu adalah anugerah terbesar Tuhan kepada bangsa Indonesia.
“Kita negara tropis yang mungkin limpah Sumber Daya Alamnya, tapi sebenarnya sawit ini adalah emas, bahkan banyak negara lain juga yang melirik penggunaaan sawit, kita melihat dari pembicaraan tentang sawit dari hulu – hilir bahwa sawit itu bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya, temen-temen bisa berkarya disawit. Jadi mulai dari mengembangkan disisi pertanian, teknologinya, sampai dengan disisi penjualannya,” kata Bina.
Lalu Bina menyampaikan jadi mahasiswa yang mungkin masih panjang jalan langkah-langkah kedepannya.
“Ini jangan lupa bahwa sawit ini adalah anugerah yang bisa temen-temen gunakan untuk modal dimasa depan, mengembangkan teknologi, bagaimana upayakan sawit supaya bermanfaat untuk dunia,” pungkas Bina.