Harga pokok produksi (HPP) adalah alat kontrol daya saing. Artinya suatu indeks hasil bagi antara total biaya produksi dengan total hasil produksi. Idealnya, makin rendah HPP maka makin kompetitif dan makin besar labanya. Jadilah sejahtera.
HPP terendah didapat jika biaya rendah, produktivitas tinggi.
Caranya inovatif, mulai benih, tata kelolanya dan infrastrukturnya. Itulah sebab semua negara membangun riset dan infrastruktur agar HPP rendah lalu kompetitif.
Kenapa jika Migor (minyak goreng,red) Rp. 14.000/liter non subsidi sampai end user, sekaligus harga di petani Rp. 3.000/kg TBS (Tanda Buah Segar, red), itu tidak logis sama sekali ?
Migor Rp. 14.000/liter, setara di pabriknya Rp. 10.000/liter. Karena terbebani ongkir distribusi dari pabrik ke konsumen akhir.
Setara harga CPO (Crude Palm Oil, red) Rp. 5.000/kg di Pelabuhan, bukan di PKS. Padahal rendemen Migor dari CPO hanya 70% saja.
CPO Rp. 5.000/kg di Pelabuhan setara Rp. 4.500/kg di PKS. Setara harga TBS Rp. 900/kg di PKS karena umumnya rendemen CPO 20% dari TBS. Bukan di kebun.
Umumnya petani (bukan perusahaan besar) dengan biaya Rp. 30 juta/ha/tahun akan dapat 17 ton TBS, sehingga ndeks (HPP) Rp 30 juta : 17 ton = Rp 1.800/kg TBS.
Rincian biaya nya adalah:
- Pupuk kimia NPK 1 ton/ha/tahun atau 7 kg/pokok/tahun adalah Rp. 16 juta. Maka Indeks Rp. 16 juta : 17 ton = Rp. 941/kg. Karena harga NPK Rp. 790.000/zak 50 kg.
- Ongkos panen adalah Rp. 225/kg. Ongkos muat ke truk sebesar Rp. 30/kg dan Ongkos kirim ke PKS(Pabrik Kelapa Sawit) adalah Rp. 200/kg. Sehingga total ongkos Rp. 455/kg TBS.
- Elemen lainnya seperti, Dolomit 3 ton/ha/tahun, tenaga kerja tabur pupuk NPK dan Dolomit, pruning, piringan dan rawat jalan.
Total HPP dari 2 komponen utama tersebut adalah Rp. 941 + Rp. 455 = Rp. 1.469/kg TBS.
Maka total perkiraan biaya adalah Rp. 1.800/kg TBS Petani.
Kesimpulannya, jika TBS petani dihargai di PKS sebesar Rp. 1.800/kg, maka masih REMIS tiada laba dan rugi.
Lazimnya minimal Rp. 3000/kg TBS. Walaupun di Malaysia Rp 5.000/kg TBS
Jika harga TBS tetap Rp. 800/kg seperti saat ini, pasti jutaan KK (Kepala Keluarga) petani akan bangkrut yang disusul oleh bangkrutnya ratusan PKS, karyawan belasan juta di PHK. Kemiskinan massal terjadi. Stabilitas sosial terganggu karena soal perut dan biaya sekolah anak – anaknya.
Wayan Supadno
Pak Tani