sawitsetara.co – BANTEN – Petani sawit di Banten yang notabene tetangga dengan ibu kota harus menerima patokan harga yang semena-mena dari pabrik kelapa sawit (PKS) yang ada, karena tidak ada tetapan harga Pemerintah Daerah.
Banten merupakan daerah yang memiliki luas perkebunan sawit kurang lebih 22.000 hektare, diantaranya 11.000 hektare kebun milik PTPN dan sekitar 11.000 hektare sisanya adalah milik rakyat.
Kebun sawit yang sudah terdata di APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) kurang lebih 9.000 ha dan hanya terdapat di dua kabupaten, yakni Lebak dan Pandeglang.
Ironisnya, untuk penetapan harga TBS di Banten tidak pernah ditetapkan dan tidak ada regulasinya sejak masuknya industri sawit ke Banten yaitu tahun 1984.
Hingga saat ini, untuk menentukan harga TBS di Banten tergantung pada PTPN VIII, tidak ada campur tangan Dinas Perkebunan. Tentu hal tersebut menjadi sebuah kerugian bagi petani sawit yang ada di Banten, karena tidak adanya patokan resmi dari pemerintah untuk harga beli sawit petani di sana.
Sekretaris Wilayah APKASINDO Banten, Giri Mukti turut prihatin dan kasihan terhadap para pekebun yang seakan-akan menjadi korban akibat kacaunya regulasi sawit di Banten.
Giri Mukti melanjutkan bahwa saat ini petani sawit di Banten hanya berpatokan pada PTPN VIII, dan berharap mereka berbesar hati memberikan harga yang pantas. Diketahui saat ini sawit petani dibeli dengan harga Rp1.500/kg.
“Kasihan pekebun di Banten, selalu jadi korban antrian sampai dua hari menunggu masuk ke timbangan PTPN, karena kapasitas olah PTPN sendiri hanya 60 ton/jam dan luas kebun PTPN 11.000 ha,” ujar Giri Mukti.
Di satu sisi, APKASINDO selalu memperjuangkan hal ini kepada Dinas Perkebunan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Dalam hal ini, Giri menyampaikan bahwa Dinas terkait memberikan respon positif dan akan memperjuangkan masalah regulasi sawit bahkan turut mendukung dengan adanya pendirian PKS milik petani sebagai penyeimbang.
Jur: Tridara Merninda/Red: Maria Pandiangan