sawitsetara.co – JAKARTA – Manfaatkan kegiatan KTT G7 di Hiroshima Jepang, Presiden Jokowi temui Presiden Uni Eropa untuk menyampaikan secara langsung keberatan Indonesia atas regulasi UE yang merugikan Indonesia.
Diketahui Jokowi mengadakan pertemuan bilateral dengan Ursula von der Leyen disela – sela kegiatan G7 untuk membahas beberapa agenda dan salah satunya adalah mengenai kebijakan EUDR (European Union Deforestation Regulation) yang mendiskriminasikan komoditas andalan Indonesia yakni kelapa sawit.
Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia telah menyampaikan keberatannya sebagai negara, bahkan sejak awal pembahasan EUDR tersebut.
Ini karena kelapa sawit merupakan komoditas tumpuan perekonomian Indonesia. Karenanya tindakan EU melalui EUDR ini tidak hanya menggangu perdagangan antara kedua negara, tetapi juga menyudutkan dan mengurangi pendapatan petani kelapa sawit Indonesia.
Lebih lanjut Jokowi mengingatkan EU jika memang dijalankan agar dilakukan secara objektif mengingat Indonesia sesungguhnya sudah terbukti mengurangi deforestasi.
“Proses benchmarking dengan cut off date mulai 2020 harus betul-betul terbuka dan obyektif. Sebagai informasi, laju deforestasi Indonesia tahun 2019 -2020 telah turun 75% menjadi 115 ribu hektare. Ini laju terendah sejak 1990 dan terus alami penurunan,” ujar Jokowi dalam keterangannya pada hari Minggu (21/05/2023).
Lebih lanjut Jokowi menjelaskan bahwa nanti Indonesia dan Malaysia akan mengirim misi bersama ke Uni Eropa untuk menyampaikan secara kenegaraan mengenai keberatan kedua negara atas regulasi Eropa yang mendiskriminasikan komoditas andalan negara lain sebagaimana dilakukan oleh EUDR.
Diketahui dalam Musyawarah Nasional (Musra) pada hari Minggu, 14 Mei 2023, Jokowi menyatakan bahwa Indonesia tidak takut dengan ancaman bentuk apapun dari negara lain yang mencoba mengganggu komoditas Indonesia. Dan dirinya berkomitmen untuk terus mengarahkan menteri terkait untuk terus maju mempertahankan serangan atau gugatan dari negara lain, baik terhadap komoditas sawit, nikel atau lainnya.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia), Dr. Gulat ME Manurung,MP., C.IMA,C.APO, mengatakan, “Memang seharusnya tidak perlu takut dengan ancaman terhadap komoditas Indonesia, seperti ancaman EUDR terhadap sawit. Saya mendukung 100% Pak Jokowi, sebab sangat sederhana sekali matematika nya”.
Ditekankan Gulat bahwa, EUDR itu sebenarnya sama dan mirip dengan RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) dan itu cut off nya 2020, itu sangat sederhana.
“Hanya saya melihat kementerian terkait sangat ‘lambat’ memberi penjelasan ke masyarakat, sehingga issu EUDR menjadi ‘gaya baru’ menekan sawit Indonesia,” ujar Gulat.
“Kami 5 organisasi petani sudah menyampaikan petisi ke kantor UE tanggal 29 Maret 2023. Aksi itu adalah bentuk bela martabat bangsa ini yang sedang di politisasi perdagangan UE, dan kami petani sawit melawan,” lanjut Gulat.
Perlu diketahui produksi CPO Indonesia yang sudah RSPO mencapai luas 1.148.134 ha dengan produksi CPO 5,764.342 ton. Dan yang sudah ISPO seluas 5,78 juta ha dengan produksi 22 juta ton.
“Jika melihat impor UE yang hanya 2-3 juta ton, maka sangat sederhana menjawabnya yaitu khusus untuk UE dapat disupply dari CPO yang sudah ber-RSPO atau ISPO dan GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) harus yang terdepan untuk itu karena GAPKI sangat siap. Itu clear,” tandas Gulat kepada sawitsetara.co.
EUDR dan RSPO atau ISPO hanya beda ‘stempel’ saja karena konstruksi aturannya hampir sama. Memang ada biaya tambahan untuk mendapatkan sertifikasi EUDR tersebut, ya konsekuensinya naikkan harga CPO untuk pengiriman ke UE.
EUDR tersebut adalah ketelusuran terkhusus terkait bukan hasil deforestasi hutan untuk sawit yang tertanam tahun 2020 ke atas. Sesungguhnya tidak perlu EUDR mengatur hal tersebut karena Indonesia sudah moratorium sejak tahun 2018 dan sampai sekarang masih berlaku.
Ditambah lagi UUCK (Undang Undang Cipta Kerja) yang sudah sangat tegas mengatur tentang tidak ada lagi pembukaan lahan baru yang bukan peruntukan sawit sejak diberlakukannya UUCK dan moratorium sejak 2018.
“Immun sawit Indonesia sudah lebih tinggi dari EUDR, jadi gak perlu kuatir terjangkit. Justru yang kami takutkan adalah malah korporasi mengambil kesempatan untuk menekan harga TBS (tandan buah segar) petani dengan modus EUDR,” tegas Gulat.
Jur : Goldameir
Red : Maria Pandiangan