sawitsetara.co – PEKANBARU – Dalam rangka mendorong perbaikan penyelenggaraan pelayanan publik pada tata kelola industri kelapa sawit, Ombudman Republik Indonesia menggelar Focuss Group Discussion (FGD) tentang tantangan dan upaya perbaikan pada tata kelola industri kelapa sawit
Kegiatan tersebut dilaksanakan pada hari Rabu (07/08/2024) di Hotel Premier, Pekanbaru, Riau. Yang dibuka oleh Pimpinan Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika.
Dimana hadir dalam kegiatan tersebut yakni Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS, Sunari, Direktur Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan, KLHK, Yazid Nurhuda, S.H, M.A, Direktir Pengaturan dan Penetapan Hak Atas Tanah dan Ruang, Kementerian ATR/BPN, Hasan Basri Natamanggala, S.H, M.H, Ketua Tim Kerja Pemasaran Domestik, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Elvyrisma, Ketua Tim Kerja Industri Kelapa Sawit Direktorat IHHP, Direktorat Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian, Lila Harsyah Bakhtiar, ST, MT, Direktur Bio Energi, Direktoral Jenderal EBTKE, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas RI, Sekda Provinsi Riau, Sekda Kab.Kampar, Ketua Umum DPP APKASINDO Dr.Gulat ME Manurung, MP., C.IMA, Sekjend DPP APKASINDO, Dr.Rino Afrino, ST., MM, Ketua DPW APKASINDO Riau, K.H. Suher,
Pada pertemuan, Ketua Umum DPP APKASINDO Dr.Gulat ME Manurung, MP., C.IMA menyampaikan bahwa tidak ada yang berbeda apa yang disampaikan oleh Direktur Gakum KLHK, masih sama seperti tiga tahun lalu.
“Tadinya kami berharap ada perbaikan penyederhanaan resolusi sawit yang di klaim dalam Kawasan hutan. Ya peraturan ini untuk bisa dipatuhi, bukan malah diatas kemapuan dan keterbatasan kami pekebun” kata Gulat.
Apa yang disampaikan tadi sangat bertentangan dengan rencana strategis Presiden terpilih, Prabowo, terkhusus dengan program kemandirian energi melalui EBT Biodisel dari B40 sampai B100. Ya jika masih berkotak-katik di Pasal 110-B semuanya akan sia-sia” ujar Gulat lebih lanjut.
Dilanjutkan pada kesempatan yang sama, Ketua Forum Mahasiswa Sawit (FORMASI) Indonesia, Amir Arifin, menyampaikan sebagai anak petani sawit yang terhimpun dari forum mahasiswa sawit Indonesia sangat terkejut pemaparan dari KLHK, sepertinya ada negara dalam negara.
“Kami setelah mendengarkan apa yang disampaikan oleh pihak GAKUM KLHK, jangankan orangtua kami sebagai petani sawit yang kebetulan diklaim dalam Kawasan hutan sawit kami untuk mengikuti seluruh administrasi yang cukup Panjang dan berliku, perusahaan pun kewalahan mengikutinya, bagaimana pula dengan kami level petani,” ujar Amir kepada sawitsetara.co
Seharusnya KLHK menyadari bahwa semua yang terjadi saat ini bukan hanya kesalahan yang dilimpahkan kepada sawit, tapi juga semua, termasuk KLHK. Harusnya yang dicarikan adalah resolusinya bukan malah menambah Panjang permasalahan yang tak berujung yang meng klaim hutan padahal sudah tidak berhutan, aneh saja dengan paradigma lama KLHK, kata Amir.
Sedangkan, Ketua PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Riau, Amri Taufik berharap sebenarnya solusi untuk para petani sawit. Orang tua anggota PMII mayoritas adalah petani sawit, dan kabarnya hampir semua diklaim Kawasan hutan, padahal Sebagian besar adalah program transmigrasi tahun 1980-an.
“Tadinya saya berharap di acara yang multi kementerian ini yang diselenggarakan oleh Ombudsman akan muncul hasil rembuk Bersama sebagaimana tema acara ini Perbaikan tata kelola industry sawit bukan malah Kembali ke paradigma lama KLHK” kata Amri.
Ya kita harapannya lebih dipermudah lagi lah, jangan persulit orang tua kami petani sawit ini, lanjut Amri.
Amri mengatakan harusnya eksisting sudah tertanam sawit sebelum 2020 clear. Masak EUDR saja mengakui 2020 kebawah clear, justru KLHK yang memperpanjang jilid dengan memunculkan Pasal 110 B, Satu Daur dan lain-lain. Saya melihat tidak ada niat resolusif dari KLHK untuk sawit yang diklaim dalam Kawasan hutan” papar Amri.
Jur: Ningrum