sawitsetara.co – JAKARTA – Sawit merupakan komoditas strategis nasional yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Dalam lima tahun terakhir (2020–2024), industri ini menunjukkan ketahanan dan adaptasi yang luar biasa. Saat ini, Luas areal sawit nasional mencapai 16,83 juta hektar dengan produktivitas rata-rata nasional 3,6 ton CPO/ha/tahun.
Produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 45,5 juta ton dan Palm Kernel Oil (PKO) sebesar 4,7 juta ton. Volume ekspor menembus 30 juta ton dengan devisa lebih dari USD 28 miliar atau setara 440 triliun, menjadikan sawit sebagai penyumbang devisa terbesar sektor Perkebunan (BPS, 2025; CPOPC Palm Oil Database, 2024).
“Namun, kita juga menghadapi tantangan besar yaitu perubahan iklim, isu lingkungan dan sosial, serangan hama dan penyakit, teristimewa penyakit Busuk Pangkal Batang yang disebabkan oleh cendawan Ganoderma boninense, yang dapat menyebabkan kerugian hingga 50 persen di beberapa sentra produksi,” ungkap Kepala Badan Perakitan dan Pengujian Tanaman Palma, Badan Perakitan dan Modernisasi Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan), Kuntoro Boga Andri, SP, M.Agr, Ph.D, saat membuka HASI 2025 (Haisawit Symposium) di Jakarta.
Menurut Kuntoro, berbagai teknologi pengendalian ganoderma telah dikembangkan, mulai dari penggunaan agen hayati (Trichoderma sp.), sistem monitoring digital berbasis kecerdasan buatan, hingga pengembangan varietas moderat tahan Ganoderma melalui bioteknologi. Ini membuktikan bahwa pendekatan agromodern adalah kunci keberlanjutan industri sawit.
Kementan telah memperkuat pengembangan teknologi tersebut. BRMP saat ini, mengelola lebih dari 200 aksesi plasma nutfah kelapa sawit di Kebun Sitiung, Dharmasraya-Sumatera Barat, hasil eksplorasi dari Kamerun dan Angola, sebagai sumber penting untuk perakitan terbaru varietas unggul sawit dengan hasil tinggi, tahan hama penyakit, dan adaptif terhadap perubahan iklim. Peluang perakitan berkelanjutan difokuskan pada varietas unggul baru sawit yang produktif dan ramah lingkungan, seperti sawit beremisi karbon rendah dan pemanfaatan limbah.
Dalam arahannya di Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas), Presiden Prabowo juga pernah menyampaikan bahwa swasembada pangan dan energi sebagai prioritas nasional. Bapak presiden menekankan pentingnya menjaga kebun-kebun sawit sebagai sumber energi masa depan. Kementerian Pertanian pun telah mengembangkan biodiesel berbasis minyak sawit, termasuk B50 (campuran sawit sebesar 50 persen) dan B100 (100 persen minyak sawit), yang telah diujicobakan untuk kendaraan.
Kementan saat ini tengah mendorong transformasi sistem produksi sawit melalui mekanisasi, digitalisasi, dan integrasi data berbasis Artificial Intelligence (AI). Penggunaan drone untuk pemupukan presisi, sensor IoT untuk pemantauan lingkungan, serta manajemen kebun berbasis GIS dan aplikasi digital semakin meluas.
Sebagai bagian dari RPJMN 2025-2029, Kementerian menetapkan agenda Transformasi Perkebunan yang mencakup: Pertama, regenerasi pekebun dan tenaga teknis sawit. Kedua, digitalisasi dan modernisasi kebun rakyat. Ketiga, penguatan hilirisasi industri sawit dan nilai tambah di dalam negeri. Keempat, konsolidasi data plasma nutfah dan produktivitas kebun nasional.
Selain itu, perhatian besar diberikan pada program peremajaan sawit rakyat (PSR), peningkatan produksi CPO, diversifikasi tanaman pangan melalui sistem tumpang sari, pengembangan bioenergi, serta penguatan kerjasama internasional. Beberapa nota kesepahaman (MoU) telah ditandatangani, termasuk dengan Malaysia, Yordania, dan Negara lainnya untuk memperluas pasar ekspor dan kemitraan strategis.
“Kami menyadari bahwa keberhasilan transformasi ini sangat bergantung pada sinergi lintas sektor – antara pemerintah, lembaga riset, perguruan tinggi, pelaku industri, serta masyarakat petani,” jelas Kuntoro.
Simposium ini merupakan momen strategis untuk memperkuat kolaborasi tersebut. ”Saya sampaikan apresiasi kepada semua pihak atas dedikasi dan kontribusi dalam pengembangan industri sawit Nasional. Mari kita lanjutkan kerja bersama membangun industri sawit Indonesia yang inklusif, berdaya saing, berkelanjutan, dan ramah lingkungan,” pungkas Kuntoro.