sawitsetara.co – ISLAMABAD – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) diundang oleh Kedutaan Besar (Kedubes) Indonesia untuk Pakistan menjadi pembicara utama pada seminar Internasional “Sustainibillity of Palm Oil Industry and Its Derivative Producs” yang diadakan oleh Kedutaan Besar Indonesia di Pakistan di Islamabad. Kehadiran petani sawit Djono A Burhan menjadi perhatian peserta seminar tersebut.
Dalam kesempatan ini, saya dipercaya oleh Ketua Umum DPP APKASINDO, Dr.Gulat ME Manurung, MP., C.IMA, untuk memenuhi undangan ini, ujar Djono A Burhan, S.Kom.,MMgt (Int Bus), CC,CL, yang juga Ketua Departemen Hubungan Internasional DPP APKASINDO.
Pada seminar ini Djono diminta oleh Kedubes Indonesia di Pakistan untuk menguraikan peran dari petani kelapa sawit dalam Industri hulu dan hilir kelapa sawit Indonesia.
Djono menyampaikan bahwa “peran petani sawit tidak tersampingkan, 41% (6,87 juta hektar) lahan kelapa sawit di seluruh Indonesia yang luas totalnya 16,38 juta hektar dikelola petani kelapa sawit dan sebarannya mencakup 22 provinsi yang artinya sawit itu tersebar dari Aceh sampai Papua”.
Oleh karena itu peran Pakistan untuk ekonomi petani sawit sangat strategis “dimana setiap Pakistan mengimpor minyak kelapa sawit dari Indonesia berarti telah membantu kesejahteraan petani sawit apalagi saat ini Pakistan merupakan importir ketiga minyak kelapa sawit dari Indonesia dan saya hadir disini mewakili petani sawit menyampaikan ucapan terimakasih,” ujar Djono yang juga Sekretaris DPW APKASINDO Provinsi Riau.
Ucapan terimakasih tersebut sangat beralasan kata Djono karena setiap kali Pakistan mengimpor minyak sawit ke Indonesia, maka juga telah membantu keberlanjutan dan kehidupan dari petani kelapa sawit diseluruh Indonesia.
“Karena petani kelapa sawit paling terdepan dan juga tulang punggung dari minyak sawit yang mereka impor, disana kita menekankan bagaimana sosial impact dan multiplier effect masyarakat khususnya masyarakat perdesaan, hingga mendapatkan manfaat oleh masyarakat Pakistan karena di Pakistan sendiri saya mendapatkan informasi bahwa minyak sawit banyak digunakan sebagai minyak goreng atau juga minyak goreng yang sedikit dibekukan” kata Djono.
Pada sesi diskusi juga ada hal yang menarik ada pertanyaan dari salah satu akademisi di Pakistan yang menanyakan strategi Indonesia menuju 2045 Indonesia Emas yang sudah menargetkan produksi 100 juta ton yang saat ini baru sekitar 50 juta ton CPO pertahun.
Kemudian Djono menjawab bahwa karena sawit itu adalah identik dengan ekonomi kerakyatan, ada juga basis UKMK dan sampai ke teknologi tinggi. Beda jauh dengan pertambangan misalnya, kata Djono. Misalnya pertambangan batubara yang dapat dipastikan hanya dikelola oleh korporasi besar sehingga multi player nya jauh dibawah hulu-hilir sawit.
“Dampak banyaknya masyarakat yang menggantungkan ekonominya ke sawit telah menjadikan industri hulu-hilir sawit sangat sensitive terhadap naik turunnya harga CPO dan kaitannya ke harga TBS petani” lanjut Djono.
Untuk antisipasi itu, lanjut Djono lagi, bahwa pemerintah saat ini menggesa percepatan hilirisasi di level koperasi petani sawit yang artinya petani sawit harus bisa mengolah TBS nya sendiri menjadi CPO sehingga margin yang diterima akan lebih stabil jika terjadi penurunan harga CPO.
Target tersebut juga tertuang dalam Draft RUU Komoditi Strategis Indonesia sehingga perlindungan kepada pelaku usahataninya lebih koprehensif dan terencana.
“Indonesia Emas 2045 adalah bagian terpenting dari ekonomi sawit Indonesia dan kami petani sawit sangat tertolong jika sawit masuk dalam kelompok tanaman strategis” urai Djono.
Lebih lanjut, ada juga pertanyaan bahwa seperti ada konsern atau Pakistan kekurangan impor minyak sawit dimasa yang akan datang, karena mereka mengatakan bagaimana cara Indonesia bisa menjaga suply dalam negeri dan juga untuk ekspor keluar negeri, disatu sisi Pemerintah menahan pembukaan lahan baru atau moraturium. Ini pertanyaan oleh Sekretaris Jenderal PFMA.
Oleh karena itu, Djono menjelaskan bahwa saat ini Indonesia sedang berusaha untuk intensifikasi dan sawit sangat mendukung saat itu melalui target 2045 memproduksi 100 juta ton CPO melalui berbagai cara yang tentunya mengedepakan prinsip keberlanjutan.
“Dimulai dari penelitian, dari bibit kelapa sawit yang meningkatkan produktivitas terus juga teknologi-teknologi sekarang sedang mendorong untuk menciptakan teknologi, untuk mengecek ROA atau rendemen dan juga petani kelapa sawit sampai saat ini sudah gencar dengan namanya sekuler ekonomi itu adalah bagaimana petani kelapa sawit memanfaatkan kembali buah TBS yang dikirimkan ke pabrik diambilkan kembali atau tankosnya untuk dijadikan pupuk organik, dan ini juga terbukti untuk meningkatkan produktivitas yang ada dikelapa sawit. Itulah upayanya, dan replating kelapa sawit pemerintah di Indonesia sangat gencar untuk mendorong meremajakan kebun kelapa sawit yang sudah berumur atau diatas 25 tahun,” kata Djono.
Dan lebih lanjut Djono menekankan bahwa kolaborasi dan kerjasama antara Indonesia dengan Pakistan itu menjadi sebuah kunci terhadap keberhasilan Indonesia terkhusus petani kelapa sawit dan Pakistan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat Pakistan tentunya.
Terimakasih Pakistan telah menjadi pelanggan minyak sawit Indonesia, kami petani sawit sangat menghargai dan tetap ingin berkomunikasi untuk saling mendukung, tutup Djono disesi diskusi yang langsung diapplause oleh semua peserta seminar.
Jur: Ningrum
Red: SS06