sawitsetara.co – BANTEN – Berbagai langkah dan upaya terus dilakukan agar program peremajaan sawi rakyat (PSR) terwujud 100 persen termasuk pada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit dan Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun), Kementerian Pertanian (Kementan) untuk terus mendorong program PSR.
Ketua Tim Sekretariat PSR, Togu Saragih Ditjen Perkebunan pun mengharapkan program PSR ini bisa terus didorong di sentra-sentra perkebunan kelapa sawit mengingat tidak sedikit perkebunan kelapa sawit yang usianya sudah tua termasuk pada provinsi Banten. Banten bisa memenuhi target PSR seluas 13 ribu hektar (ha).
”Kalau bisa 13 ribu ha bisa tercapai dari Banten. Kami mau 12 ribu tapi clean and clear. Seperti yang Pak Sekjen APKASINDO sampaikan bahwa kita sepakat menjaga program ini bersama,” ucap Togu, dalam acara Sosialisasi dan Pelaksanaan PSR yang dilaksanakan APKASINDO Banten, yang didukung oleh BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit).
Mengulas tentang Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 19 Tahun 2023, Togu mengatakan, ada dua cara pengajuan pengusulan PSR oleh kelompok tani (poktan), gabungan kelompok tani (gapoktan), koperasi, atau kelembagaan pekebun lainnya, yaitu melalui Dinas Daerah kabupaten/Kota dan Ditjen Perkebunan atau kemitraan.
”Pola PIR (Perkebunan Inti rakyat) tadi 12 ribu ha sudah 80% jadi. Ini akan berpotensi PSR. PIR 6.000 ha, sisanya swadaya 6.000 ha. ini sudah jadi karena sudah ada perjanjian sebelumnya. Artinya, sudah ada lahannya,” urai Togu.
Alur pengajuan PSR lewat dinas yaitu potan, gapoktan, koperasi, atau kelembagaan pekebun lainnya mengajukan permohonan ke Dinas Kabupaten melalui aplikasi PSR Online. Dinas Kabupaten akan melakukan verifikasi on desk review (pemeriksaan dokumen) dan on site review (pemeriksaan lapangsn). On desk review diverifikasi Dinas Kabupaten/Kota, setelahnya pemeriksaan lapangan untuk membuktikan kesesuaian fakta di lapangan. Setelahnya, terbit CP/CL. Kemudian, diteruskan ke provinsi dan Ditjenbun untuk pengecekan administrasi.
”Kami terbitkan rekomendasi teknis, disampaikan ke BPDPKS, terbitlah perjanjian 3 pihak, dibayarlah. Tiga pihak itu ketua kelembagaannya, bank, dan BPDPKS. Sudah selesai, petani dibayar oleh PSR,” ucap Togu.
Mekanisme pengajuan jalur kemitraan yaitu poktan atau gapoktan mengusulkan ke Dirjen Perkebunan. Lalu, Dirjen Perkebunan menugaskan pihak ketiga melakukan verifikasi on desk dan on site review. Setelah itu, terbit rekomtek ke BPDPKS setelah clear and clean dan perjanjian 3 pihak (ketua kelembagaan, bank, dan BPDPKS). ”Kalau melalui jalur kemitraan ini, ada usaha perkebunannya yang membantu memastikan dokumen itu clean and clear. Dan semua proses clear & clean terbit rekomtek, baru BPDPKS membayar,” jelas Togu.
Menurut Togu, syarat pengajuan PSR sebenarnya mudah. Yakni, ada lahan, ada pekebun atau petani, dan lahannya clear, di luar kawasan hutan. ”Itu saja syaratnya yang harus substansi,” ucapnya. Luasan PSR maksimal 4 hektar/orang yang dibuktikan dengan sertifikat hak milik (SHM) atau Surat Keterangan Kepala Desa jika tidak punya SHM. ”Semua sudah kita akomodir. Ini yang menjadi susah karena tidak tau caranya karena banyak faktor. Tapi, prinsipnya 6.000 ha itu clear & clean,” papar Togu.
Adapun dalam penyaluran PSR melalui jalur kemitraan, Kepala Divisi Pemungutan Biaya dan Iuran CPO BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit), Ahmad Munir menuturkan, dilakukan upaya percepatan pengajuan PSR Jalur Kemitraan yang sebelumnya pengusulan diajukan melalui BPDPKS (Permentan No. 3 Tahun 2022) menjadi melalui Ditjenbun (Perubahan Permentan No. 19 Tahun 2023).
”Sejak tahun 2023 sampai dengan saat ini, telah disalurkan dana PSR jalur kemitraan di 7 provinsi dengan luasan 8.097 ha. Pada tahun 2024 disalurkan dana PSR Jalur Kemitraan seluas 3.169,2444 ha dari total luasan PSR tersalur seluas 18.484 ha. Penyaluran PSR Jalur Kemitraan adalah 17% dari presentase penyaluran PSR tahun 2024,” ucap Ahmad.
Ahmad mengungkap, ia kerap ditanya mengenai rekomtek oleh petani sawit yang mengajukan PSR. ”Padahal, rekomtek itu di Pak Togu (Ditjenbun). Kedua, dia baru ngusulin, harusnya ‘kan ke dinas. Mungkin petani mau ngusulin mikirnya BPDPKS mau kasih duit, padahal ada proses panjang,” jelasnya.
Melalui jalur dinas maupun kemitraan, masing-masing ada plus minusnya. ”Kalau jalur kemitraan, mau nggak mau petani harus bermitra dengan perusahaan. Cuma, syaratnya perusahaan itu operator, avalis. Kalau bermitra dengan perusahaan, kalau dia cuma offtaker (penjamin pasar), nggak bisa masuk lewat jalur kemitraan. Jadi, perusahaan harus dari awal mengawalnya,” tukas Ahmad.
Ahmad mencontohkan, di Medan, Sumatera Utara, banyak petani yang tidak dikawal sama perusahaan. Pasalnya, jalur kemitraan itu agak rigid untuk on site review-nya. Namun, keuntungaan jalur mitra punya norma waktu.
”Ketika para pekebun sawit mengajukan ke Dirjenbun, Dirjenbun sudah bikin surat tugas, mau nggak mau 30 hari sudah harus ada keputusan. Artinya, dari mulai pengusulan sampai ke BPDPKS nggak lebih dari 3 bulan duit sudah disalurkan. Ini keuntungan dari jalur mitra. Cuma, jalur mitra verifikasinya harus rigid, harus ketemu pekebun, dan sebagainya. Sebetulnya sama dengan jalur dinas, cuma ada ‘kan dari dinas yang benar-benar konsepnya secara populasi/sensus, ada yang secara sampling, padahal kita jelas ketentuannya,” pungkas Ahmad.