sawitsetara.co – JAKARTA – Dinas Perkebunan Riau menjelaskan bahwa pihaknya akan mulai uji coba pemberlakukan harga TBS (Tandan Buah Segar) petani sawit non-mitra atau swadaya mulai bulan September 2022.
Hal ini dijelaskan Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Disbun Provinsi Riau, Defris Hatmaja, dalam paparannya di kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Peningkatan Kesejahteraan Pekebun Melalui Revisi Permentan 01/2018 Tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Pekebun hari Jumat (19/08) di Jakarta.
Keputusan ini merupakan langkah strategis Disbun Riau dalam menyikapi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 01/2018 yang tidak memberikan perlindungan harga bagi petani sawit swadaya.

“Inisiatif ini sebenarnya sudah kami mulai dari tahun 2020 melalui Peraturan Gubernur Nomor 77 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun di Provinsi Riau. Tapi baru bisa diimplementasi sekarang,” jelas Defris.
Diterangkannya bahwa anjloknya harga TBS sebagai dampak kebijakan larangan ekspor CPO (Crude Palm Oil) awal tahun ini menjadi pemantik untuk segera melakukan implementasi Pergub ini. Terlebih karena melalui krisis tersebut, terlihat kesenjangan antara petani mitra dan non-mitra yang tidak diatur jelas dalam Permentan 01/2018.
“Jika dibandingkan, dalam situasi turbulensi TBS tersebut, yang sangat terdampak adalah pekebun swadaya, ditambah lagi rantai tata niaga yang panjang membuat harga TBS petani menjadi tertekan bahkan pernah menyentuh level terendah yakni Rp 300/kg di tingkat petani,” ujarnya.
Terkait pelaksanaan Pergub 77/2020, Defris Hatmaja menyebutkan bahwa secara substansi menitikberatkan tentang penegasan atau penguatan terhadap pekebun swadaya yakni bagaimana tata cara menetapkan harganya dan hal lain yang tidak diatur dalam peraturan induknya.
“Walaupun ini sifatnya mandatori namun kami tidak ingin regulasi yang kita lahirkan ini tidak implementatif,” lanjut Defris.
Lebih lanjut, Defris menjelaskan bahwa secara esensi Pergub ini membahas serta mengatur tata cara penetapan harga mengenai 4 hal dalam bentuk Standard Operating Procedure (SOP), yakni 1) Tata cara penetapan untuk petani plasma, swadaya, cangkang, 2) Tata cara pelaporan BOTL (Biaya Operasional Tidak Langsung) perusahaan, 3) Tata cara kemitraan, 4) Pembinaan dan pengawasan terhadap penetapan dan penerapan harga TBS.
Defris mengakui Provinsi Riau sampai hari ini belum bisa menetapkan harga TBS pekebun swadaya meskipun instrumen Pergubnya sudah ada. Hal ini disebabkan oleh masih menunggunya hasil pengujian rendemen aktual pekebun dari 3 MoU kelembagaan swadaya yang dimitrakan dengan PKS. “Nah ini nanti akan menjadi dasar sebagai perhitungan indeks K,” jelas Defris.
“Bulan depan target kita ini sudah jalan, karna memang dari skenario awalnya ini sudah molor dari bulan Maret. Keterlambatan ini disebabkan karena hasil uji rendemen yang dilakukan oleh PPKS Medan belum diterima oleh GAPKI dan harapannya tahun depan Pergub ini sudah bisa full berjalan” ujar Defris menjelaskan.
Jur: Tridara Merninda / Red: Maria Pandiangan