sawitsetara.co – JAKARTA – Industri Hulu-Hilir Sawit telah menjadi barometer kemajuan komoditi tanaman perkebunan lainnya. Anggapan ini bisa benar, bisa juga salah. Anggapan salah jika parameternya nasib perkebunan sawit yang dikelola oleh rakyat (Pekebun).
Dari berbagai survey yang dilakukan oleh APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) bahwa kemajuan Hulu-Hilir Sawit Indonesia tidak terlepas dari peran sentral BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit).
“Perjalanan 9 tahun berdirinya BPDPKS telah banyak menorehkan prestasi, terkhusus disektor teknologi biofuel, SDM, Kampanye Sawit Baik” Kata Dr. Gulat ME Manurung, MP.,C.IMA, Ketua Umum DPP APKASINDO.
Namun kata Gulat, sektor yang berhubungan langsung ke produktivitas sawit rakyat masih belum mencapai target sebagaimana amanah Presiden Jokowi.
“PSR sampai akhir tahun 2023 masih sekitar 322.429 hektar 64% dari 500 ribu hektar (2017-2023). Capaian ini semakin merosot jika dibanding dengan total kebun sawit rakyat yang akan di PSR Kan yaitu 2,8 juta hektar (Ditjendbun) atau capaiannya baru 11,51%” tutur Gulat.
Rendahnya capaian PSR ini sesungguhnya bukan sepenuhnya diranah BPDPKS, tapi karena banyaknya Kementerian/Lembaga yang mencampuri program kerja BPDPKS. Catatan kami ada 34 K/L yang ikut nimbrung dalam program kerja BPDPKS.
“Menurut hasil riset kami, 84% petani gagal PSR karena tersandung klaim kawasan hutan, 62% petani mengatakan persyaratan PSR yang diatur melalui Permentan dan Kepdirjenbun terlampau rumit dan berat, 86% petani mengatakan dana PSR Rp30 juta per hektar terlampau minim” itu tiga besar hambatannya kata Gulat.
Kalau kita bergeser ke dana BPDPKS untuk sarpras jalan, jembatan, dan alat pengolahan TBS Pekebun, maka capaiannya semakin jauh dari harapan Pak Presiden Jokowi.
Indikatornya adalah serapan dana Sarpras pupuk, jalan, jembatan, kenderaan panen, UPT Pengolahan TBS Pekebun dari tahun ke tahun (9 tahun) capaiannya hanya berkisar 2-5%.
“Yang paling menyedihkan adalah UPT Pengolahan TBS Pekebun praktis 0%” ujarnya.
Rendahnya capaian ini sekali lagi saya katakan bukan akibat tidak bekerjanya BPDPKS, tapi dominan karena beratnya persyaratannya yang dirancang oleh Kementerian teknis (Kementan) yang diturunkan melalui Kepdirjenbun No 62 tahun 2023, meskipun Permentannya tidak mengatakan seperti dalam Kepdirjenbun tersebut.
“Kalau ada orang mengatakan bahwa BPDPKS sangat minim mengalokasikan dana ke Petani, itu adalah salah besar. Karena dana yang disiapkan BPDPKS saja pertahun Rp5,4 T untuk PSR 180 ribu hektar yang terserap adalah hanya rerata 25%. Jadi bisa kita simpulkan bahwa kendalanya bukan masalah sedikit atau banyaknya Dana yang disiapkan oleh BPDPKS untuk pekebun, tapi persyaratannya yang melampaui kemampuan petani dan banyaknya K/L lain yang pasang verboden sehingga petani tidak berdaya meraih dana yang disiapkan oleh BPDPKS” tegas Gulat.
Lalu pertanyaan, kata Gulat “Kenapa Kementerian teknis terkait biodiesel (ESDM) regulasi dan kinerjanya lancar jaya ?. Tentu ini menjadi kajian serius dari lembaga riset dan Perguruan Tinggi kedepannya.
Dalam kondisi tersebut informasinya Pemerintah Indonesia berencana memperluas peran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan mengonversinya menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) yang mencakup lebih banyak komoditas seperti kakao, kelapa dan karet.
Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyatakan bahwa perluasan peran BPDPKS ini untuk mendorong ekonomi daerah penghasil komoditas perkebunan terutama di Sumatera dan Kalimantan.
Dalam hal ini, menurut Airlangga menyampaikan perubahan BPDPKS menjadi BPDP sudah dibahas dalam rapat koordinasi dengan Kementerian Perdagangan.
Dengan itu kata Airlangga, diharapkan produktivitas sektor kebun akan meningkat, sehingga tidak tertinggal jauh dari industri kelapa sawit yang selama ini mendominasi.
Jika itu merupakan arahan Presiden melalui Pak Menko Airlangga, kami petani sawit sangat mendukung dengan catatan BPDP yang akan memiliki tiga direktorat (sawit, kakao dan kelapa) memiliki wewenang masing-masing dalam pengelolaan dana yang bersumber dari masing-masing komoditi yang diatur oleh Perpres secara masing-masing pulak.
“Artinya nanti akan terbit Perpres baru untuk Kakao, Karet dan Kelapa tentang penghimpunan dana Kakao dan Pengimpunan dana Kelapa serta penggunaannya sebagaimana Perpres yang sudah dimiliki oleh komoditi sawit” urai Gulat.
Jika BPDP yang dimaksud Pak Menko, maka kami mengusulkan cara mencapai sasaran seperti yang dikatakan Pak Menko yaitu “BPDP ini menjadi Badan yang setara seperti Badan Pangan dan Badan lainnya yang langsung dibawah Presiden” kata Gulat.
“Namun Jika masih mengadopsi cara penyaluran dana melalui verifikasi dari kementerian teknis, maka dapat dipastikan, nasib petani Kakao, Karet dan Kelapa akan sama dengan nasib petani sawit seperti saya jelaskan diatas,” ujar Gulat disela-sela memimpin rapat kordinasi antisipasi Karhutla DPP APKASINDO.
Jur: Ningrum
