Saya mencoba memahami kenapa Presiden ambil kebijakan sapu jagat tersebut. Presiden sudah ingatkan berulang ulang sejak 6 bulan lalu agar minyak goreng (migor) dikelola dengan benar jangan terlalu naik dan harus tersedia dimana saja. Namun yang terjadi adalah minyak goreng membubung tinggi, dan tidak tersedia cukup didalam negeri.
Setiap hari Presiden disuguhkan berita kelangkaan migor, antrian dan rebutan migor pada masyarakat kecil pada hal kita katanya “raja“ sawit dunia. Ini memilukan hati seorang Presiden. Memalukan Presiden karena katanya “raja“ sawit dunia kok rakyat antrian migor?. Presiden juga kecewa sebab selama ini perhatian Presiden pada industri sawit begitu besar bahkan Presiden pasang badan menghadapi Uni Eropa yang mendiskriminasi sawit.
Ketika tiba giliran kebutuhan rakyat dan migor diperlukan, migor menghilang karena banyak diselundupkan. Presiden melihat pelaku sawit tak punya sense of crisis, “ mabok” menikmati harga sawit dunia yang membubung tinggi .
Seandainya menteri – menteri yang terkait sawit mampu mengelola kebijakan agar kebutuhan migor domestik terpenuhi, mungkin Presiden tak perlu keluarkan titah sapu jagatnya. Jadi ini adalah kegagalan para menteri yang terkait sawit. Padahal sudah ada instrumen “ memagari” agar migor tidak mengalir semua ke luar negeri, yakni menaikkan pungutan ekspor. Tapi itu tak dilakukan Menteri – menteri terkait sawit, malah membuat kebijakan baru yang malah melahirkan masalah baru.
Analisis Pak Tungkot diatas dasar asumsinya adalah bahwa para pengusaha itu tidak jujur atau tidak memiliki sense of caring akan nasib rakyat dan sifat negatif lainnya. Hal ini terbukti dalam statement terakhir Pak Tungkot yaitu seandainya para menteri bisa mengendalikan pengusaha dan seterusnya.
Lha kok bisa? Bukankah pengusaha kita faham Pancasila dan UUD’45 serta nilai – nilai yang luhur plus melihat langsung kesengsaraan rakyatnya. Lha kok malah mereka menindasinya.
Pada saat perang saudara utara-selatan di AS, ketika Lincoln membebaskan perbudakan di sana, Lincoln juga kesal mengapa kok tentaranya nggak bisa mengalahkan pihak Selatan, bahkan hampir saja serangan Selatan mencapai Washington DC.
Akhirnya, komandan perang diambil alih Lincoln. Tidak lama kemudian Selatan bertekuk lutut.
Mudah – mudahan, saya berdoa, mestinya para petani kelapa sawit dan jajarannya berdoa dan membantu juga, semoga pengambil alihan tongkat komando melawan pengusaha yang bersifat dan bersikap seperti yang sudah disaksikan bangsa ini, dimenangkan Presiden Joko Widodo, seperti halnya dimenangkan Abraham Lincoln dulu ketika Lincoln membebaskan perbudakan. Amin.
Salam,
Prof. Agus Pakpahan.
Saya kalau bicara pemerintah saat ini jujur saya bosan untuk ditulis,bosan untuk difikirkan,bahkan bosan dalam segala hal…
Selain sawit, daerah saya untuk buat KK(kartu keluarga) saja harus bayar 1 jta itupun nunggu 3 bulan baru KK itu ada,sekarang ngurus surat jual beli tanah 1 surat 2,5 jta diluar harga tanah…bayangkan lh
GK ikut aturan pemerintah katanya pembakangan, terorisme dan segala macam…
Apalagi sawit…aduh aduh aduh malah tambah gila kita